Agama Baha’i
Bahá’í adalah agama yang independen dan bersifat universal,
bukan sekte dari agama lain. Pesuruh Tuhan dari agama Bahá’í adalah
Bahá’u’lláh, yang mengumumkan bahwa tujuan agama-Nya adalah untuk mewujudkan
transformasi rohani dalam kehidupan manusia dan memperbarui lembaga-lembaga
masyarakat berdasarkan prinsip-prinsip keesaan Tuhan, kesatuan agama, dan
persatuan seluruh umat manusia[1]
Sejarah baha’i
Agama
Bahá’í dimulai
di Iran pada abad 19. Pendirinya bernama Bahá’u’lláh.
Pada awal abad kedua puluh satu, jumlah penganut Bahá’í sekitar enam juta orang
yang berdiam di lebih dari dua ratus negeri di seluruh dunia.
Dalam
ajaran Bahá’í, sejarah keagamaan dipandang sebagai suatu proses pendidikan bagi
umat manusia melalui para utusan Tuhan,
yang disebut para "Perwujudan Tuhan". Bahá’u’lláh dianggap sebagai
Perwujudan Tuhan yang terbaru. Dia mengaku sebagai pendidik Ilahi yang telah
dijanjikan bagi semua umat dan yang dinubuatkan dalam agama Kristen, Islam, Buddha, dan
agama-agama lainnya. Dia menyatakan bahwa misinya adalah untuk meletakkan
pondasi bagi persatuan seluruh dunia, serta memulai suatu zaman perdamaian dan
keadilan, yang dipercayai umat Bahá’í pasti akan datang.
Mendasari
ajaran Bahá’í adalah asas-asas keesaan Tuhan, kesatuan agama, dan
persatuan umat manusia. Pengaruh dari asas-asas hakiki ini dapat dilihat pada
semua ajaran kerohanian dan sosial lainnya dalam agama Bahá’í. Misalnya, orang-orang
Bahá’í tidak menganggap "persatuan" sebagai suatu tujuan akhir yang
hanya akan dicapai setelah banyak masalah lainnya diselesaikan lebih dahulu,
tetapi sebaliknya mereka memandang persatuan sebagai langkah pertama untuk
memecahkan masalah-masalah itu. Hal ini tampak dalam ajaran sosial Bahá’í yang
menganjurkan agar semua masalah masyarakat diselesaikan melalui proses musyawarah. Sebagaimana dinyatakan Bahá’u’lláh:
"Begitu kuatnya cahaya persatuan, sehingga dapat menerangi seluruh
bumi." Iman Baha'i adalah agama Abrahamik.
Bahaullah
Sayyid Ali muhamad yang lebih dikenal dengan gelarnya bab
dilahirkan pada tanggal 20 oktober 1819 di shiraz iran,bab berasal dari
keluarga terkemuka dan mulia merupakan keturunan nabi muhamad.ayahnya meninggal
ketika bab masih kecil dan bab diasuh dan di besarkan oleh pamanya.ketika
sekolah ia memiliki kemampuan yang luar biasa dan akhirnya ia keluar dari
sekolah dan ketika dewasa ia bekerja bersama pamanya sebagai pedagang di
Bushihr sebuah kota di brat daya kota shiraz,pada saat itulah bab menikah dan
mempunyai anak yang bernama Ahmad dan meninggal ketika masih bayi pada tahun
sebelum bab mengumumkan dirinya sebagai qaim yang di janjikan.
AJARAN TENTANG TUHAN,
AGAMA, MANUSIA
Tuhan
Para penganut agama Bahá’í beriman kepada Tuhan
Yang Esa, dan Bahá’u’lláh menegaskan bahwa semua percobaan untuk memahami atau
mengisyaratkan Realitas Ilahi dalam pernyataan mana pun, tidak lain hanyalah
penipuan diri: "Bagi mereka yang berilmu dan hatinya diterangi, telah
terbukti bahwa Tuhan, Hakikat yang tak dapat diketahui, Keberadaan Suci,
sangatlah dimuliakan melebihi segala sifat manusia, seperti keberadaan jasmani,
naik dan turun, maju dan mundur. Jauhlah dari kemuliaan-Nya bahwa lidah manusia
dapat mengatakan pujian yang cukup bagi-Nya, atau hati manusia memahami
rahasia-Nya yang tak terkira." Menurut ajaran Bahá’í, alat yang dipakai
oleh Pencipta segala makhluk untuk berinteraksi dengan ciptaan-Nya yang terus
berevolusi adalah munculnya Sosok-sosok kerasulan
yang mewujudkan sifat-sifat dari Ketuhanan Yang tak dapat dijangkau itu:
"Oleh karena pintu pengetahuan Sang Purba ditutup sedemikian rupa di depan
wajah semua makhluk, maka Sumber kemuliaan yang tak terhingga … telah menyebabkan
para Permata Kesucian muncul dari alam rohani, dalam bentuk mulia badan manusia
dan dijelmakan kepada seluruh umat manusia, agar mereka membagikan rahasia
Tuhan … kepada dunia, dan mengabarkan tentang kehalusan Hakikat-Nya yang
kekal." Menurut Bahá’u’lláh, apa yang dimaksud dengan "mengenal
Tuhan", adalah mengenal para Perwujudan yang menyatakan kehendak-Nya dan
sifat-sifat-Nya, dan justru di sinilah jiwa menjadi akrab dengan Pencipta Yang
melebihi bahasa maupun pemahaman.
Agama Bahá’í menganggap para "Perwujudan
Tuhan" itu, yang telah menjadi pendiri agama-agama besar di dunia, sebagai
wakil Tuhan di bumi
dan pembimbing utama umat manusia. Menurut ajaran Bahá’u’lláh, semua perbedaan dan pembatasan yang
berkaitan dengan wahyu mereka masing-masing telah ditentukan oleh Tuhan sesuai dengan
kebutuhan misinya. Oleh karena itu, orang-orang Bahá’í tidak meninggikan salah
satu Perwujudan di atas yang lainnya, tetapi menganggap, dalam kata-kata
Bahá’u’lláh, bahwa mereka semua "berdiam dalam kemah yang sama, membubung
di langit yang sama, duduk di atas takhta yang sama, mengucapkan sabda yang
sama, serta mengumumkan Agama yang sama".
Agama
Menurut Bahá’u’lláh:
"Agama merupakan sarana terbesar untuk menciptakan
tata tertib di dunia dan kebahagiaan yang sentosa bagi semua yang berdiam di
dalamnya.” Mengenai kemunduran atau penyelewengan agama, dia menulis:
"Jika lampu agama meredup, maka keributan dan kekacauan akan terjadi,
cahaya-cahaya kejujuran, keadilan, ketenangan dan kedamaian, akan berhenti
bersinar.” Jadi, peran agama
dinilai sangat penting. Sebagaimana telah ditulis oleh Bahá’u’lláh: “Agama
Tuhan adalah untuk kasih dan persatuan; janganlah membuatnya penyebab kebencian
dan perselisihan.”
Dalam pandangan Bahá’í,
agama memiliki dua aspek, yaitu :
·
aspek hakiki :Aspek hakiki adalah ajaran-ajaran kerohanian yang tidak berubah.
·
aspek sementara adalah
peraturan-peraturan yang diberikan sesuai dengan keperluan zamannya.
Tulisan
Bahá’í mengumpamakan para Perwujudan Tuhan dengan seorang dokter, yang tugasnya
adalah “menyembuhkan umat manusia yang terpecah-belah dari penyakitnya.” Obat yang diberikan pada suatu zaman tidak akan sama dengan obat yang diberikan pada
zaman berikutnya. Oleh karena itu, agama-agama besar di dunia tampaknya
berbeda-beda. Tapi sebenarnya, menurut ajaran Bahá’í, semua agama itu tunggal
dan berasal dari Sumber yang sama. Menurut ajaran Bahá’í,
agama Tuhan sesuai dengan ilmu pengetahuan. Kepercayaan yang tidak sesuai dengan ilmu pengetahuan bukanlah iman tetapi ketakhayulan
belaka.
Manusia
Ajaran sosial yang terpenting dari agama Bahá’í adalah kesatuan umat manusia dan
persatuan dunia. Dalam kata-kata Bahá’u’lláh: “Kemah kesatuan telah ditegakkan;
janganlah engkau memandang satu sama lain sebagai orang asing. Engkau adalah
buah-buah dari satu pohon dan daun-daun dari satu dahan.” “Bumi hanyalah satu
tanah air dan umat manusia warganya.” Pada tingkat individu dan masyarakat,
orang-orang Bahá’í dianjurkan untuk menghapus segala macam prasangka buruk yang
berdasarkan ras, agama, atau kelas sosial. Dan sebagai umat beragama,
orang-orang Bahá’í didorong untuk berasosiasi dan bekerja bersama dengan semua
agama lainnya. Kata Bahá’u’lláh: “Bergaullah dengan para pengikut semua agama
dengan penuh keramah-tamahan dan persahabatan.”
Pada tingkat global,
Bahá’u’lláh telah memberikan beberapa ajaran berkaitan dengan masalah
perdamaian internasional.
·
Dia menyeru kepada para pemimpin dunia agar mengadakan suatu pertemuan
akbar yang akan melahirkan dasar dari hukum internasional yang dapat
menyelesaikan masalah-masalah antarnegara.
·
Dia menganjurkan prinsip keamanan kolektif pada
skala sedunia: “Saatnya pasti tiba, tatkala semua orang menyadari kebutuhan
yang sangat penting untuk mengadakan pertemuan besar yang mencakup seluruh umat
manusia. Para penguasa dan
raja-raja di dunia harus menghadirinya, dan mereka—dengan berpartisipasi dalam
musyawarahnya—harus mempertimbangkan cara-cara dan sarana-sarana untuk
meletakkan dasar Perdamaian Agung sedunia di antara sesama manusia. Perdamaian
semacam itu menuntut agar negara-negara yang paling besar dan berkuasa bertekad
untuk mewujudkan kerukunan sepenuhnya di antara mereka sendiri demi
ketenteraman semua bangsa di dunia. Seandainya ada seorang raja mengangkat
senjata melawan raja yang lain, maka semua harus bangkit dan mencegahnya
bersama-sama. Jika hal ini dilakukan, negara-negara di dunia tak akan lagi
memerlukan persenjataan, kecuali untuk tujuan menjaga keamanan dan memelihara
ketertiban dalam negeri di wilayah mereka masing-masing.”
Agama Bahá’í
mengajarkan persamaan hak kaum wanita dengan kaum pria. Tulisan Bahá’í menyatakan:
“Dunia kemanusiaan memiliki dua sayap—yang satu kaum wanita dan yang satu lagi
kaum pria. Burung itu tidak dapat terbang sebelum kedua sayapnya itu berkembang
ke tingkat yang sama.” Kemajuan kaum wanita juga dianggap sebagai prasyarat
bagi tercapainya perdamaian dunia.
Salah satu ajaran yang
diberi tekanan khusus dalam agama Bahá’í adalah pendidikan. Bahá’u’lláh
berkata: “Anggaplah manusia sebagai tambang yang kaya dengan permata-permata
yang tak ternilai harganya. Hanya pendidikanlah yang dapat menampakkan
kekayaannya itu dan memungkinkan umat manusia mendapatkan keuntungan darinya.”
Pendidikan universal adalah asas Bahá’í dan semua keluarga Bahá’í dianjurkan
untuk mendidik anak-anaknya. Dan apabila dalam suatu keluarga dana tidak
tersedia untuk mendidik semua anak, maka diusulkan agar prioritas diberikan
kepada anak perempuan, karena anak perempuanlah yang kelak akan menjadi ibu,
dan ibu adalah pendidik pertama dari generasi baru
PERKEMBANGAN AGAMA BAHA’I
Sumber-sumber Bahá’í
biasanya memperkirakan jumlah penganut Bahá’í di atas 5 juta. Kebanyakan sumber
lain memperkirakan antara 5-6 juta. Menurut The World
Almanac and Book of Facts 2004, Kebanyakan penganut Bahá’í hidup di berbagai negara yaitu:
·
Asia (3,6 juta)
·
Afrika (1,8 juta)
·
Amerika Latin (900.000).
·
India, dengan 2,2 juta orang
Bahá’í,
·
Iran, dengan 350.000
·
Amerika Serikat, dengan 150.000
Selain negara-negara
itu, jumlah penganut sangat berbeda-beda. Pada saat ini, belum ada negara yang
mayoritasnya beragama Bahá’í. Guyana adalah negara dengan
persentase penduduk yang beragama Bahá’í yang paling besar (7,0%)[2]
Tempat Peribadatan Agama Baha’i
Rumah
ibadah Bahá’í dibangun dengan dana yang berasal dari sumbangan orang-orang
Bahá’í dari seluruh dunia. Rumah Ibadah ini dipersembahkan kepada Tuhan Yang
Maha Esa dan dikenal dengan nama *Mashriqu’l-Adhkár, yang secara harfiah
berarti “tempat terbit pujian kepada Tuhan.” Rumah ibadah Bahá’í terbuka
bagi penganut dari semua agama.
Rumah
ibadah tersebut merupakan tempat untuk berdoa dan bermeditasi bagi individu dan
masyarakat. Saat ini, rumah ibadah Bahá’í sudah ada di setiap benua di dunia:
di New Delhi, India; di Apia, Samoa Barat; di Kampala, Uganda; di Sidney,
Australia; di Panama City, Panama; di Wilmette, Illinois, Amerika Serikat; dan
di Frankfurt, Jerman. Di seluruh dunia, sudah disiapkan lebih dari 120 lokasi
tempat akan didirikannya rumah-rumah ibadah tersebut. Pada masa yang akan
datang setiap masyarakat Bahá’í setempat akan mempunyai rumah ibadahnya
sendiri. Rumah ibadah Bahá’í bebas untuk memiliki rancangannya sendiri, namun
semua harus mengikuti pola arsitektur yang bertemakan ketunggalan , yakni harus
mempunyai sembilan sisi dan sebuah kubah di tengahnya. Para pengunjung dapat
memasuki rumah ibadah dari sisi mana saja, namun mereka di satukan di bawah
satu kubah. Acara ibadah terdiri dari pembacaan Tulisan Suci Bahá’í dan Tulisan
Suci agama-agama lain, dan diperbolehkan pula adanya iringan musik tanpa
instrumen (akapela). Tidak ada khotbah, *ritus atau pendeta. Tiap tahun jutaan
orang dari semua agama di dunia mengunjungi rumah-rumah ibadah Bahá’í untuk
berdoa dan bermeditasi.
Bahá’u’lláh
bersabda bahwa rumah ibadah Bahá’í nanti akan berfungsi sebagai titik pusat
kehidupan rohani masyarakat. Di sekelilingnya akan terdapat lembaga-lembaga
yang antara lain bergerak dalam bidang ilmu pengetahuan, pendidikan,
sosial-kemanusiaan lainnya seperti rumah sakit dan rumah jompo, dan
administrasi masyarakat Bahá’í. Sehingga dengan demikian rumah ibadah Bahá’í
akan mewujudkan konsep perpaduan “ibadah dan pengabdian” sesuai dengan
ajaran Bahá’u’lláh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar