BAB I
PENDAHULUAN
Jepang
adalah sebuah negara yang rakyatnya memiliki kehidupan beragama yang cukup
rumit. Agama Shinto, yang akan menjadi uraian tulisan juga tidak identik dengan
agama jepang, sungguhpun antara keduanya tidak dapat dipisah-pisahkan. Dalam
istilah “agama jepang” sekurang-kurangnya tercakup 5 paham keagamaan, yaitu
agama rakyat, Shinto, Budhisme, Taoisme, dan Konfusianisme. Dibawah istilah
tersebut tercermin adanya kesatuan dan keragaman dalam kehidupan agama-agama di
jepang.
Dikatakan
“kesatuan” karena masing-masing agama yang telah disebutkan diatas tidak hidup
dalam keadaan yang terpisah satu sama lain, baik dalam sejarah perkembangan
masing-masing maupun dalam dinamika kehidupan beragama sehari-hari. Disepanjang
sejarah jepang, masing-masing agama tersebut saling mempengaruhi satu samalain.
Lagipula, orang-orang jepang pada umumnya memandang dan menghayati agama lebih
sebagai sebuah pandangan dunia yang terpadu.
Sangat
berbeda dengan agama-agama monotheistic, Islam misalnya, agama jepang,
khususnya Shinto, tidak menekankan pada kepercyaan terhadap adanya satu tuhan
yang mutlak dan tidak pula secara tajam menerapkan perbedaan antara dewa dan
manusia. Bagi agama tersebut, manusia, dewa dan alam membentuk suatu segitiga
saling hubungan yang harmonis.
Keserupaan
antara manusia, dewa dan alam ini merupakan suatu dasar utama dalam agama
Shinto. Dalam kaitan, “dewa” dapat dipahami sebagai kami dalam ajaran Shinto atau para Buddha dan bodhistva menurut paham Budhisme. Pengertian istilah kami itu sendiri sangat mebingungkan
karena jumlahnya sangat banyak, bahkan tak terhingga, dan jenisnya pun sangat
beragam. Disepanjang sejarah agama jepang, terlihat bahwa agama memainkan
peranan penting dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai missal, sekarang upacara
perkawinan tradisional sering diadakan di tempat-tempat suci agama Shinto,
sementara upacara kematian biasanya dilakukan di klenteng-klenteng Buddha.
Dalam hal itu, langsung atau tidak langsung, agama juga memiliki hubungan yang
khusus dengan beberapa kegiatan ekonomi masyarakat sebagaimanan terlihat dari
beberapa kegiatan tempat-tempat suci yang melayani kelompok-kelompok kerja
tertentu, semisal petani, pengrajin, nelayan dan sebagainya.[1]
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Mite Penciptaan Dunia dan Asal-Usul Kedewaan
Sedikit
sekali yang diketahui mengenai masa prasejarah jepang, khususnya yang
menyangkut asal-usul bangsa dan bahasa jepang. Sekalipun demikian, para ahli
pada umumnya sepakat bahwa sebelum buddhisme dan kultur cina memasuki jepang,
tradisi dan praktek-praktek keagamaan jepang kuno berpusat pada lingkungan
keluarga, belum terorganisasi, dan hanya merupakan kumpulan tanpa nama dari
berbagai bentuk pemujaan alam, arwah nenek moyang, dan shamanisme.
Setiap
suku memiliki dewa sendiri, yang kadang- kadang dianggap sebagai nenek
moyangnya. Para dewa digambarkan sebagai manusia sebagaimana terlihat dalam
mite-mite kuno tentang terjadinya kepulauan jepang. Pada umumnya segala
kewujudan yang menimbulkan perasaan segan dan takut dianggap mengandung
sifat-sifat kedewaan bahkan, benda-benda alam seperti binatang, pohon, gunung
dan sebagainya juga dijadikan objek pemujaan. Semuanya disebut kami.
Kira-kira
pada abad ke-4 masehi, suku yamato berhasil menguasai wilayah jepang bagian
tengah dan selatan. Sejalan dengan itu, mite dan tradisi suku ini kemudian juga
dianggap lebih unggul daripada tradisi-tradisi suku-suku lainnya. Lambat laun mite suku yamato terbeut
menjadi dasar utama bagi kepercayaan masyarakat jepang tentang asal-usul kedewaan
dan kelebihan bangsa jepang daripada bangsa-bangsa lain.
Uraian
utama dalam mite suku yamato tersebut adalah tentang asal-usul alam dan dunia
ini, khususnya kepulauan jepang. Pada mulanya, disebutkan langit dan bumi masih
dalam keadaan menyatu dan belum dapat dibeda-bedakan. Kemudian mulailah muncul
perbedaan-perbedaan : unsur-unsur ringan yang membentuk langit dan unsure-unsur
berat yang membentuk bumi.
Dari
awan putih yang terletak diantara kedua unsure tersebut muncul 3 dewa, yang
disebut 3 kami pencipta. Kemudian
muncul pula 2 dewa yang selanjutnya memeperoleh perhatian dan tempat istimewa
dalam agama Shinto, yaitu dewa Izanagi
dan dewi Izanami. Keduanya
menciptakan kepulauan jepang lengkap dengan dewanya, seperti:
·
Dewa bumi
·
Dewa air
·
Dewa gunung, dsb
Dan
alat-alat penting lainnya yang terdapat di alam ini. Setelah melahirkan dewa
api, Izanami meninggal dunia,
kemudian menjadi dewi Tanahyomi,
tempat orang-orang yang telah mati. Ketika Izanagi
pergi mengunjungi istrinya yang sudah mati itu, ia melanggar suatu
pantangan sehingga menjadi kotor dan berdosa. Oleh karena itu ia kemudian pergi
ke laut untuk melakukan upacara pensucian. Ketika sedang membersihkan diri di
air, dari matanya sebelah kiri terjadi dewi matahari, Amaterasu, dan dari air matanya sebelah kanan terjadi dewi bulan, Tsukiyomi, sementara dari yang
dipergunakan untuk membersihkan hidungnya terjadi dewa laut dan gelombang.
Dewi
Amaterasu memiliki seorang cucu yang
bernama Ninigimikoto, yang
ditugaskannya untuk memerintah dunia disertai jaminan bahwa ia akan memerintah
dunia untuk selama-lamanya. Ia turun didaerah Kyushu. Putranya, Jimmutenn,
adalah kepala suku Yamato yang pertama dan juga kaisar jepang pertama kali.
Dari garis inilah kemudian agama Shinto menanamkan kepercayaan diakalangan
rakyat jepang bhwa negeri mereka senantiasa diperintah oleh satu dinasti
kekaisaran tunggal sejak awal mula sejarahnya sampai sekarang. Dalam garis ini
pula para kaisar jepang menyatakan asal-usul mereka.
Dengan
demikian, kira-kira mulai saat suku yamato tersebut berkuasa, kultus dan
tradisi keagamaan bangsa jepang yang beraneka ragam sedikit demi sedikit mulai
dibersatukan dan diorganisasikan kedalam suatu bentuk pemerintahan agama dengan
suatu system ritus yang dipusatkan pada Dewi Matahari, meskipun masih dalam
keadaan tanpa nama.[2]
Dalam mite disebutkan bahwa, ketika
penciptaan sedang berlangsung, unsure-unsur alam yang halus dan ringan berubah
menjadi langit, dan unsure-unsur yang berat dan kasar menjadi bumi. Disamping
itu, langit dianggap suci oleh karena itu, agaknya, takamano-hara dianggap sebagai sebuah dunia yang suci dan cemerlang
yang segala sesuatu lebih baik daripada dunia ini. Dan menjadi tempat tinggal
para dewa langit. Bertitik-tolak dari pemikiran mitologi semacam ini maka
bangsa jepang percaya bahwa para dewa turun dari langit untuk menciptakan kesejahteraan
dan kedamaian diatas bumi ini. Akan tetapi, dikatakan pula hal ntersebut bukan
berarti bahwa dunia langit secara esensial berbeda dari dunia bumi, tetapi
dunia langit hanya merupakan sebuah dunia yang lebih dari dunia manusia ini.
B.
AWAL MULA AGAMA SHINTO
Agama
Shinto didirikan mulai sekitar 2,500 - 3000 tahun yang lalu di Jepang. Agama
ini memiliki 13 sekte yang mana masing-masing dari 13 (tigabelas) sekte kuno
memiliki pendirinya. Dengan pengikut sekitar 30 Juta orang, dominan terbesar di
Jepang. Sebagian besar juga adalah penganut agama Buddha. Ada dua pemisahan
utama. Pertama adalah tiga belas sekte-sekte kuno, hampir sama semuanya. Kedua
adalah apa yang dikenal sebagai Shinto Negara, dan merupakan sinthesa kemudian
yang menemukan ekspresi tertinggi pada pemujaan pada Kaisar dan kesetiaan pada
Negara dan keluarga.
Shinto adalah kata majemuk daripada “Shin”
dan “To”.
Arti kata “Shin” adalah “roh” dan “To”
adalah “jalan”. Jadi “Shinto”
mempunyai arti lafdziah “jalannya roh”, baik roh-roh orang yang telah meninggal
maupun roh-roh langit dan bumi. Kata “To”
berdekatan dengan kata “Tao” dalam
taoisme yang berarti “jalannya Dewa” atau “jalannya bumi dan langit”. Sedang
kata “Shin” atau “Shen” identik dengan kata “Yin”
dalam taoisme yang berarti gelap, basah, negatif dan sebagainya ; lawan dari
kata “Yang”. Dengan melihat hubungan
nama “Shinto” ini, maka kemungkinan besar Shintoisme dipengaruhi faham
keagamaan dari Tiongkok.[3]
Nama
asli agama itu ialah Kami no Michi yang bermakna jalan dewa. Pada saat Jepang
berbenturan dengan kebudayaan Tiongkok maka nama asli itu terdesak kebelakang
oleh nama baru, yaitu Shin-To. Nama baru itu perubahan bunyi dari Tien-Tao,
yang bermakna jalan langit. Perubahan bunyi iitu serupa halnya dengan aliran
Chan, sebuah sekte agama Budha mazhab Mahayana di Tiongkok, menjadi aliran Zen
sewaktu berkembang di Jepang.[4]
Agama
Shinto pada mulanya adalah merupakan perpaduan antara faham serba jiwa
(animisme) dengan pemujaan terhadap gejala-gejala alam. Shintoisme dipandang
oleh bangsa Jepang sebagai suatu agama tradisional warisan nenek moyang yang
telah berabad-abad hidup di Jepang, bahkan faham ini timbul daripada
mitos-mitos yang berhubungan dengan terjadinya negara Jepang. Latar belakang
historis timbulnya Shintoisme adalah sama-sama dengan latar belakang historis
tentang asal-usul timbulnya negara dan bangsa Jepang. Karena yang menyebabkan
timbulnya faham ini adalah budidaya manusia dalam bentuk cerita-cerita pahlawan
(mitologi) yang dilandasi kepercayaan animisme, maka faham ini dapat
digolongkan dalam klasifikasi agama alamiah.
Sedangkan Shintoisme adalah faham yang berbau keagamaan yang
khusus dianut oleh bangsa Jepang sampai sekarang. Shintoisme merupakan filsafat
religius yang bersifat tradisional sebagai warisan nenek moyang bangsa Jepang
yang dijadikan pegangan hidup. Tidak hanya rakyat Jepang yang harus menaati
ajaran Shintoisme melainkan juga pemerintahnya juga harus menjadi pewaris serta
pelaksana agama dari ajaran ini.[5]
Nama
Shinto muncul setelah masuknya agama Buddha ke Jepang yang dimaksudkan untuk
menyebut kepercayaan asli bangsa Jepang, penyebarannya adalah di asia dan
terbanyak di jepang, kira kira pada abad 6 masehi agama budha masuk ke jepang
dari tiongkok dengan melalui korea. Satu abad kemudian agama itu telah berkembangan
dengan pesat bahkan lama kelamaan agama itu dapat mendesak agama shinto akan
tetapi karena agama shinto mengajarkan penganutnya untuk memuja dan berbakti
kepada raja maka raja pun berusaha untuk melindunginya.
Pada
abad ke-7 Shinto masih berpegang teguh pada sifatnya yang sederhana dan corak
keagamaannya yang animistis. Akan tetapi karena saat itu pula bangsa jepang
mulai membayangkan sebagai sebuah Negara kekaisaran yang mampu menyaingi kultur
bangsa Cina yang sudah lebih dulu maju, dan agama Shinto memeberi kemungkinan
diciptakannya suatu kultus nasional seperti yang pernah dilakukan oleh para
penguasa suku Yamato jauh sebelumnya, maka pemujaan terhadap Dewi Matahari yang
pernah dikembangkan oleh suku tersebut dihidupkan dan digalakkan kembali.[6]
Sejak
saat itu dapat dikatakan bahwa paham Shintoisme merupakan ajaran yang
mengandung politik religius bagi Jepang, sebab saat itu taat kepada ajaran
Shinto berarti taat kepada kaisar dan berarti pula berbakti kepada negara dan
politik Negara, kemudian agama Shinto bercampur dengan agama budha demikian
pula dengan agama konghucu yang masuk ke jepang langsung dari tanah asalnya
kira kira pada abad pertengahan ke 7, Tentang pengaruh agama Buddha yang lain
nampak pada hal-hal seperti anggapan bahwa dewa-dewa Shintoisme merupakan
Awatara Buddha (penjelmaan dari Buddha dan Bodhisatwa), Dainichi Nyorai (cahaya
besar) merupakan figur yang disamakan dengan Waicana (salah satu dari dewa-dewa
penjuru angin dalam Budhisme Mahayana), hal ini berlangsung sampai abad ketujuh
belas masehi.
Ahirnya
ketiga agama itu bergandengan bersama sampai sekarang, hal itu tidaklah aneh
karena orang jepang tidak menolak kepercayaan apapun yang masuk negrinya, asalkan
tidak menggangu keselamatan Negara, tujuan utama bagi pemeluk agama Shinto
adalah kebahagiaan dalam kehidupan dunia, mereka menganggap bahwa orang yang
sudah mati dapat membantu mereka dalam menjalankan hidup ini dari abad keabad
kultus (kebaktian) terhadap roh nenek moyang selalu berubah bentuknya tetapi
sifat kultus yang khas masih tetap sama.[7]
C.
SEJARAH PERKEMBANGAN AGAMA SHINTO
Sejarah
perkembangan agama Shinto di Jepang dapat dibagi kepada beberapa tahapan masa
sebagai berikut:
I) Masa perkembangannya dengan pengaruh
yang mutlak sepenuhnya di Jepang, yaitu dari tahun 660 sebelum masehi sampai
tahun 552 masehi, didalam masa dua belas abad lamanya.
II) Masa agama Budha dan ajaran Konghuchu
dan ajaran Tao masuk ke Jepang, yaitu dari tahun 552 M sanpai tahun 800 M yang
dalam masa dua setengah abad itu agama sintho beroleh saingan berat. Pada tahun
645 M Kaisar Kotoku merestui agama Budha dan menyampingkan Kami no Michi.
III) Masa sinkronisasi secara
berangsur-angsur antara agama Shinto dengan tiga ajaran agama lainnya, yaitu
dari tahun 800M sampai tahun 1700M. Yang dalam masa sembilan abad itu pada
akhirnya lahir Ryobu-Shinto (Shinto-Panduan). Dibangun oleh Kobo-Daishi
(774-835) dan Kitabake Chikafuza (1293-1354M) dan Ichijo Kanoyoshi (1465-1500M)
dan lainnya.[8]
v MASA
DINASTI HEIAN (794-1160 M)
Pada
masa ini muncul usaha-usaha untuk merukunkan agama Buddha dan Shinto. Tokoh nya
antaralain adalah :
I.
Saicho (Dengyo Daishi) (767-822 M)
Mendirikan
sekte Tendai pada tahun 805 M. Saicho mengajarkan bahwa dewa-dewa
agama Buddha sebenarnya sama dengan dewa-dewa agama Shinto. Para dewa tersebut
sama-sama mengembangkan kedua agama tadi.
II.
Kukai (Kobo Daishi) (774-835 M)
Mendirikan
sekte Shingon[9]
pada tahun 809 M. Kukai mengetengahkan suatu teori Inkarnasi baru yang
mengajarkan untuk menyelamatkan umat manusia Buddha selalu muncul dalam aneka perwujudan
di berbagai tempat yang berbeda-beda. Menurut teori ini, dewa-dewa agama Shinto
pada hakikatnya adalah penjelmaan dari para Buddha itu. Oleh karena itu
sebenarnya tidak ada perbedaan antara pemujaan terhadap dewa-dewa Buddha dengan
pemujaan dewa-dewa agama Shinto.
Lebih
lanjut dikatakan bahwa, Buddha Gautama adalah sama dengan Dewi Matahari,
sementara para dewa agama Buddha yang lebih rendah tingkatannya adalah sama
dengan dewa-dewa agama Shinto yang tingkatannya juga lebih rendah. The
theoretical forula for the “coexistence of Shinto and Buddhism” was later
designated either as Ryobu (Two-sided).[10]
Sebagai
akibat dari perpaduan diatas, perbedaan antara agama Shinto dan Buddha hamper
sudah tidak tampak lagi. Meskipun demikian percampuran kedua agama tadi tidak
terjadi secara sempurna. Diakalangan rakyat umum tetap ada semacam pembagian
tugas dan fungsi antara keduanya yang masih tetap berlanjut hingga sekarang,
yaitu :
v MASA
DINASTI KAMAKURA (1185-1336 M)
Masa
ini disebut juga dengan masa kebangkitan Agama Buddha dan kemerosotan agama
Shinto. Agama Buddha, yang semula masih dianggap asing dirubah menjadi agama
asli jepang, karena gerakan-gerakan terpenting pembaharuan keagamaan yang
terpenting pada masa ini semuanya berasal dari agama Buddha.
v MASA
DINASTI ASHIKAGA (1336-1573 M)
Pada
masa ini muncul suatu aliran dalam agama Shinto yang mengajarkan kesatuan
antara Shinto, Buddhisme, dan Konfusianisme. Aliran ini disebut Yoshida
Shinto, yang didirikan oleh Yoshida
Kanetomo (1435-1511 M). kesatuan diantara ketiga agama itu digambarkan
sebagai berikut :
“Agama Buddha dianggap sebagai Bunga dan buah dari semua prinsip
aturan (Dharma) yang ada di alam ini; Agama
Konfusius sebagai cabang dan rantingnya; Agama Shinto sebagai akar dan batangnya.”
Aliran
ini, disamping menganggap Kami
sebagai kewujudan yang berada diluar manusia juga menganggap nya menempati
dalam jiwa seseorang. Sejak akhir zaman pertengahan sampai saat restorasi zaman
Meiji, sekte Yoshida Shinto memiliki banyak pengikut yang tersebar luas
diseluruh jepang dan cukup berpengaruh dalam lingkungan para pendeta dan dalam
menentukan bentuk-bentuk upacara agama Shinto.
v MASA
DINASTI TOKUGAWA / EDO (1603-1863 M)
Dibawah
dinasti ini rakyat jepang menikmati masa yang penuh dengan ketentraman dan
kedamaian. Pada masa ini agama Buddha dijadikan satu-satunya agama yang diakui
di jepang. Kebijakan ini semula dimaksudkan untuk membendung arus kristenisasi
(pertamakali dibawa oleh bangsa Portugis tahun 1542). Namun demikian pada masa ini juga lahir
beberapa aliran baru dalam agama Shinto dengan tujuan revivalis dan pembaharuan.
Diantaranya adalah :
I) Aliran Mito
Dipelopori
oleh Tokugawa Mitsukuni (1628-1700 M).
Para anggota aliran ini terdiri dari para ahli sejarah yang sangat berminat
mempelajari teks-teks kuno jepang dan berusaha membangkitkan kembali perhatian
masyarakat terhadap sejarah budaya dan tradisi asli Jepang.
II) Aliran Fukko Shinto
Yang
berarti restorasi atau reformasi Shinto. Tokoh-tokohnya antara lain adalah :
1) Kada no Azumamaro (1669-1736 M)
2) Kano No Mabuchi (1697-1769 M)
3) Motoori Norinaga (1730-1801 M)
4) Hi-rata Atsutane (1776-843 M)
Aliran ini bertitik-tolak dari penelitian yang
cermat terhadap bahasa-bahasa Jepang kuno agar memperoleh pengertian yang inti
mengenai agama Shinto.
Pada
masa akhir kekuasaan dinasti Tokugawa muncul ketidakpuasan masyarakat terhadap pemerintah.
Hal ini karena 2 hal, yaitu :
1) Agama Buddha yang sudah menjadi agama
Negara, memperoleh kesan buruk. Sementara perhatian masyarakat terhadap agama
asli semakin meningkat, Sehingga pada penghujung masa Tokugawa, banyak
klenteng-klenteng ditutup dan para pendetanya meninggalkan pos-pos mereka.
2) Dibukanya kembali hubungan Jepang dengan
asing (Barat) yang sebelumnya ditutup sejak Jepang memulai masa isolasinya pada
tahun 1639.
Ketidakpuasan
masyarakat ini mengakibatkan berbagai macam agama yang baru mulai banyak
bermunculan. Yaitu :
I) Sekte Kurozumikyo
Didirikan
oleh Kurozumi Munetada (1780-1850 M).
dia mengajarkan bahwa dewa dan manusia hakikatnya adalah satu. Dalam kesatuan
ini tidak ada kelahiran atau kematian melainkan semata-mata kehidupan yang abadi.
Para pengikut sekte yang didirikannya percaya bahwa spirit Dewi Matahari
merasuki seluruh alam, dan orang harus berusaha untuk menyatukan diri dengan
spirit Dewi ini agar dapat merasakan dan menghayati kesatuan antara dewa dan
manusia yang menjadi sumber utama kebahgiaan hidup.
II) Sekte Tenrikyo
Didirikan
oleh seorang wanita bernama Nakayama
Miki (1789-1887 M). dan memperoleh pengakuan sebagai salah satu dari
sekte-sekte agama Shinto yang baru di tahun 1908. Sesudah masa perang berakhir,
sekte ini menyatakan diri keluar dari kelompok agama Shinto, dan pada tahun
1970 diakusi sebagai sebuah agama yang berbeda dari agama Shinto.
Kaisar
Tokugawa akhirnya tirun tahta pada tahun 1868. Jepang kemudian memasuki masa
modern dalam sejarahnya. Pada masa ini hingga meletusnya perang di tahun 1945,
sejarah agama di Jepang berhubungan erat dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan
politik pemerintah. Selama periode 1868-1945 itu kehidupan agama-agama di
Jepang, terutama yang berkaitan dengan agama Shinto, ditandai oleh 4 ciri pokok,
yaitu :
1) Usaha pemerintah untuk menciptakan
sebuah Negara Teokrasi
2) Penataan system Jinja
3) Campur tangan pemerintah dalam
urusan-urusan keagamaan
4) Militerisme dalam agama. [13]
D.
AJARAN DAN KEPERCAYAAN SHINTO
v K a m i
Istilah “Kami” dalam agama Shinto
dapat diartikan dengan “di atas” atau “unggul”, sehingga apabila dimaksudkan
untuk menunjukkan suatu kekuatan spiritual, maka kata “Kami” dapat dialih
bahasakan (diartikan) dengan “Dewa” (Tuhan, God dan sebagainya). Jadi bagi
bangsa Jepang kata “Kami” tersebut berarti suatu objek pemujaan yang berbeda
pengertiannya dengan pengertian objek-objek pemujaan yang ada dalam agama lain.[14]
Istilah
Kami diterapkan terhadap kekuatan dan
objek-objek tertentu, tanpa membedakan apakah objek tersebut adalah benda hidup
atau mati, bersifat baik atau buruk. Semua yang memiliki sifat-sifat
misteriusdan menimbulkan rasa segan dan takut dapat dianggap sebagai Kami.
“Pada
mulanya istilah Kami diterapkan
terhadap dewa-dewa langit dan bumi yang disebutkan dalam dokumen-dokumen kuno
tertulis, dan terhadap spirit-spirit (mitama)
yang mendiami tempat-tempat suci, tempat mereka dipuja. Disamping itu, bukan
hanya manusia, tetapi juga burung-burung, binatang-binatang, tetumbuhan dan
pohon-pohon, laut dan gunung-gunung, dan semua benda lain, apapun bentuknya
yang patut ditakuti dan dipuja karena memiliki kekuasaan yang tinggi dan
luarbiasa, semuanya disebut kami. Kami
juga tidak memerlukan sifat-sifat istimewa karena memiliki kemuliaan, kebaikan,
atau kegunaan yang khusus. Segala kewujudan yang jahat dan mengerikan juga
disebut Kami apabila merupakan objek-objek yang pada
umumnya ditakuti.” -Motoori Norinaga[15]
Dari
kutipan diatas dapat diketahui adanya 4 hal yang mendasari konsepsi kedewaan
dalam agama Shinto, yaitu :
1. Dewa-dewa tersebut pada umumnya
merupakan personifikasi gejala-gejala alam.
2. Dewa-dewa tersebut dapat pula berarti
manusia
3. Dewa-dewa tersebut dianggap mempunyai
spirit yang mendiami tempat-tempat di bumi dan mempengaruhi kehidupan manusia.
4. Pendekatan manusia terhadap dewa-dewa
tersebut bertitik-tolak dari perasaan segan dan takut.[16]
Dewa-dewa dalam agama Shinto
jumlahnya tidak terbatas, bahkan senantiasa bertambah, hal ini diungkapkan
dalam istilah “Yao-Yarozuno Kami”
yang berarti “delapan miliun dewa”.[17]
Menurut agama Shinto kepercayaan terhadap berbilangnya tersebut justru dianggap
mempunyai pengertian yang positif. Sebuah angka yang besar berarti menunjukkan
bahwa para dewa itu memiliki sifat yang agung, maha sempurna, maha suci dan
maha murah. Oleh sebab itu angka-angka seperti 8, 80, 180, 5, 100, 10, 50, 100,
500 dan seterusnya dianggap sebagai angka-angka suci karena menunjukkan bahwa
jumlah para dewa itu tidak terbatas jumlahnya. Dan seperti halnya jumlah angka
dengan bilangannya yang besar maka bilangan itu juga menunjukkan sifat
kebesaran dan keagungan “Kami”.[18]
Adapun
beberapa dewa-dewi, mahkluk gaib, roh-roh, yang dipuja dalam Shinto antara lain[19] :
·
Naga
(mahkluk berupa ular)
·
Dosojin,
Ebisu (salah satu dewa keberuntungan Jepang)
·
Dewa
Hachiman, Henge, Kappa, Kitsune (Roh Srigala)
·
Oinari
(Roh Srigala)
·
Shishi
(Singa)
·
Su-ling
(Empat Binatang Pelindung)
·
Tanuki
(Sejenis Dewa
·
Inari
(dewa makanan)[20]
·
Aragami
(Roh ganas dan jahat)[21]
·
Dewa-dewa
Tanah dan Dewa-dewa Gunung dan Dewa-dewa Pohon
·
Dewa-dewa
Air dan Dewa-dewa Laut
·
Dewa-dewa
Api
·
Dewa-dewa
manusia
v Ajaran Tentang Manusia
Hubungan kami dengan manusia terjalin suatu hubungan antara orangtua dan
anak, atau antara nenek moyang dengan keturunannya. Dengan demikian “manusia
adalah putra kami”. Ungkapan ini memiliki
2 macam arti :
1) Kehidupan
manusia berasal dari kami, sehingga
dianggap suci.
2) Kehidupan
sehari-hari adalah pemberian dari kami.
Dalam agama Shinto, manusia memiliki
banyak arti, diantaranya :
·
Hito[22]
·
aohito-gusa[23]
·
ame no masu-jito[24]
konsep dosa tidak dikenal dalam
agama Shinto. Segala bentuk upacara keagamaan yang dikerjakan pada dasarnya
bertujuan untuk menciptakan kondisi “suci” yang sangat diperlukan dalam
mendekati kami. Penyakit, luka,
menstruasi, dan kotoran-kotoran lainnya dianggap sebagai hal-hal yang dapat
merusak hubungan manusia dengan kami.
Salah
satu tokoh Shinto Shimogamo Shrine mengatakan bahwa, Shinto tidak mengajarkan
adanya perbuatan dosa. Jika melakukan perbuatan tertentu yang menciptakan dosa
seseorang harus mau dibersihkan semata-mata untuk ketenangan pikiran sendiri
dan nasib baik, dan bukan karena dosa yang salah dalam dan dari dirinya
sendiri. Perbuatan jahat dan salah disebut "Kegare",.
"cerah" atau hanya "baik". Membunuh apa pun untuk dapat
bertahan hidup harus dilakukan dengan rasa syukur dan melanjutkan ibadah.
Jepang Modern terus menempatkan penekanan pada pentingnya "aisatsu"
atau ritual frasa dan salam. Sebelum makan, orang harus mengucapkan
"itadakimasu",. "Saya akan dengan rendah hati menerima",
dalam rangka untuk menunjukkan rasa syukur dari makanan pada khususnya dan
umumnya kepada semua makhluk hidup yang kehilangan nyawa mereka untuk membuat
makanan. Kegagalan untuk menunjukkan rasa hormat yang tepat adalah tanda
kebanggaan dan kurangnya kepedulian terhadap orang lain.
v Ajaran Tentang Dunia
Agama Shinto adalah termasuk tipe
agama “lahir satu kali”. Dalam arti, memandang dunia ini sebagai satu-satunya
tempat kehidupan bagi manusia. Meskipun demikian, dalam pemikiran Shinto ada 3
macam dunia, yaitu :
3. Tokoyono-kuni, yang berarti “kehidupan yang
abadi”, ”negeri yang jauh diseberang lautan”, atau “kegelapan yang abadi”. [27]
Ketiga dunia tersebut sering pula
disebut dengan kakuriyo (dunia yang
tersembunyi), sementara dunia tempat tinggal manusia hidup disebut ut-sushiyo
(dunia yang terlihat atau dunia yang terbuka).
Menurut Motoori Morinaga dalam mite
terdapat ketentuan dari dewi matahari mengenai suatu keabadian sejarah.
Morinaga juga menyatakan bahwa dunia manusia ini akan senantiasa tumbuh dan berkembang serta
berubah terus menerus. Makanya oleh sebab itu agama Shinto tidak memiliki
ajaran tentang hidup dihari kemudian atau hidup setelah mati, meskipun percaya
akan adanya suatu dunia yang penuh kenikmatan dan kedamaian tempat tinggal
arwah orang-orang yang hidupnya suci. Agama tersebut agaknya lebih menekankan
pada pandangan yang lebih berorientasi kekinian dan keduniaan, apalagi dunia dianggap sebagai tempat tinggal
manusia yang tidak akan pernah musnah. Berdsarkan pandangan semacam ini maka
saat-saat kehidupan manusia saat ini merupakan saat-saat yang penuh dengan
nilai. Setiap pemeluk Shinto diharuskan untuk berperan aktif secara langsung
dalam perkembangan dunia yang abadi, yang harus memanfaatkan setiap saat dalam
kehidupan semaksimal mungkin. Mentalitas seperti ini, mungkin merupakan
diantara lain-lain faktir yang telah membawa bangsa jepang menuju tingkat
kesejahteraan dan kemakmuran hidup duniawi yang cukup tinggi seperti yang dapat
dilihat sekarang.[28]
v Ritual Keagamaan
Mengenai
tata cara sembahyang atau doa dalam kuil Shinto sangat sederhana yaitu
melemparakan sekeping uang logam sebagai sumbangan di depan altar, mencakupkan
kedua tangan di dada dan selesai. Jadi semua proses berdoa yang dilakukan
dengan berdiri ini tidak lebih dari sepuluh detik. Doa dilakukan tidak mengenal
hari atau jam khusus jadi bebas dilakukan kapan saja.
Sedikit
catatan, bisa saya sebutkan bahwa tata cara doa di kuil Shinto dengan kuil
Buddha sangatlah mirip. Yang sedikit berbeda adalah di kuil Buddha tangan
dicakupkan ke depan dada dengan pelan, hening dan tanpa suara, sedangkan kuil
Shinto adalah sebaliknya yaitu mencakupkan tangan dengan keras sehingga
menghasilkan suara sebanyak dua kali (mirip tepuk tangan).
Walaupun
aturan tata cara berdoa ini bisa disebut baku namun sama sekali tidaklah
bersifat mengikat. Berdoa tepat di depan altara utama, dari halaman kuil, dari
luar pintu gerbang, dilakukan tidak dengan mencakupkan tangan namun
membungkukan badan atau bahkan tidak berdoa sama sekali bukanlah masalah sama
sekali.
Agama
Shinto ada beberapa proses ritual atau ibadah ynag bertujuan untuk mensucikan
diri mereka, Agama Shinto sangat mementingkan ritus-ritus dan memberikan nilai
sangat tinggi terhadap ritus yang sangat mistis. Menurut agama Shinto watak
manusia pada dasarnya adalah baik dan bersih. Adapun jelek dan kotor adalah
pertumbuhan kedua, dan merupakan keadaan negatif yang harus dihilangkan melalui
upacara pensucian (Harae).
Karena
itu agama Shinto sering dikatakan sebagai agama yang dimulai dengan dengan
pensucian dan diakhiri dengan pensucian. Upacara pensucian (Harae) senantiasa
dilakukan mendahului pelaksanaan upacara-upacara yang lain dalam agama Shinto.
Ritus-ritus
yang dilakukan dalam agama Shinto terutama adalah untuk memuja dewi Matahari
(Ameterasu Omikami) yang dikaitkan dengan kemakmuran dan kesejahteraan serta
kemajuan dalam bidang pertanian (beras), yang dilakukan rakyat Jepang pada
Bulan Juli dan Agustus di atas gunung Fujiyama.
v Festival (Matsuri)
Matsuri
dalam bentuk pembacaan doa masih tersisa
seperti dalam bentuk Kigansai[29]
dan Jichinsai[30].
Pembacaan doa yang dilakukan pendeta Shinto untuk individu atau kelompok
orang di tempat yang tidak terlihat orang lain merupakan bentuk awal dari
matsuri. Pada saat ini, Ise Jingū
merupakan salah satu contoh kuil agama
Shinto yang masih menyelenggarakan matsuri dalam bentuk pembacaan doa yang
eksklusif bagi kalangan terbatas dan peserta umum tidak dibolehkan ikut serta.
Sesuai
dengan perkembangan zaman, tujuan penyelenggaraan matsuri sering melenceng jauh
dari maksud matsuri yang sebenarnya. Penyelenggaraan matsuri sering menjadi
satu-satunya tujuan dilangsungkannya matsuri, sedangkan matsuri hanya tinggal
sebagai wacana dan tanpa makna religius.
Kebanyakan
festival dilaksanakan pada musim panas sekitar bulan July dan Agustus dan jatuh
pada hari minggu sesuai dengan kalender masehi. Bulan ini juga merupakan bulan
liburan anak sekolah, jadi festival dipastikan akan dipenuhi oleh para remaja
dan anak anak.
Matsuri
Terbesar
- Gion Matsuri (Yasaka-jinja, Kyoto, bulan Juli)
- Tenjinmatsuri (Osaka Temmangu, Osaka, 24-25 Juli)
- Kanda Matsuri (Kanda MyÅjin, Tokyo, bulan Mei)
a)
Gion
Matsuri
Adalah
tradisi yang berasal dari sekitar 1.100 tahun yang lalu. Pada tahun 869
konon terjadi wabah penyakit menular yang mengganas di seluruh Jepang, sehingga
perlu diadakan upacara yang disebut GoryÅ-e untuk menenangkan arwah
orang yang meninggal karena wabah penyakit menular. Pendeta ShintÅ bernama
Urabe Hiramaro membuat 66 pedang dengan mata di dua sisi (hoko) untuk
persembahan kepada penjaga dari penyakit menular yang disebut dewa GozutennÅ.
Jumlah Hoko yang dibuat sesuai dengan jumlah negara-negara kecil (kuni)
yang terdapat di Jepang pada saat itu. Upacara ini kemudian dikenal sebagai Gion
GoryÅ-e, yang kemudian penyebutannya disingkat menjadi Gion-e.
Sejak
tahun 970
upacara terus diselenggarakan setiap tahun hingga menjadi Gion Matsuri seperti
sekarang ini. Prosesi Yamaboko seperti yang dikenal sekarang ini konon berasal
dari tahun-tahun akhir zaman Heian.
Gion Matsuri sempat tidak diselenggarakan sewaktu Perang Onin,
akibat kebakaran besar di era HÅei,
era Temmei
dan era Genji,
serta serangan udara pada Perang Dunia II.
Gion Matsuri kemudian dihidupkan kembali oleh warga kota yang merupakan
pengusaha yang berpengaruh (machishū).
Berbeda dengan Gion Matsuri yang
dikenal sekarang ini, prosesi Yamaboko (Yama[31]
dan Hoko[32])
yang menjadi puncak perayaan Gion Matsuri pada tahun 1966
dilakukan dalam dua tahap:
- Zensai (prosesi Yama dan Hoko pada tanggal 17 Juli)
- Ato Matsuri (prosesi Yama saja pada tanggal 24 Juli).
b)
Tenjin
matsuri
Perayaan
Tenjinmatsuri dimulai pada tanggal 1 Juni
tahun 951.
Pada saat itu, perayaan dibuka dengan ritual menghanyutkan kamihoko
(pedang dengan mata di kedua sisi) di sungai Åkawa. Lokasi perayaan ditentukan
berdasarkan tempat tersangkutnya kamihoko[33]
yang dihanyutkan air sungai..[34]
Dalam
sepanjang sejarah agama Shinto, matsuri merupakan hal yang amat penting.
Kehidupan yang soleh dan taat adalah Matsuri dan hiddup itu sendiri sama dengan
matsuri.
Upacara-upacara
keagamaan juga disebut matsuri. Oleh karena didalam
pemikiran bangsa jepang lama kehidupan politik harus mengikuti keinginan para
dewa, maka tidak ada pemerintahan tanpa matsuri. Dari sini timbul konsep Saise-itchi
yaitu konsep kesatuan antara agama dan Negara ; dan matsuri-goto, yang berarti pemerintahan.
Sebagai
suatu festival keagamaan, dunia matsuri sangat banyak, yang secara garis besar
dapat dibedakan menjadi 4 macam :
·
Reisai
–.
festial tahunan yang diselenggarakan pada bulan-bulan tertentu
·
Shinko-shiki – festival arak-arakan
dewa, yaitu untuk memuja dewa tertentu agar memperoleh keselamatan dari
berbagai macam penyakit.[37]
Festival dan Matsuri yang lain
- Festival Salju Sapporo (Sapporo, Prefektur Hokkaido, bulan Februari)
- Festival Salju Iwate (Koiwai Farm, Shizukuishi, Prefektur Iwate, bulan Februari)
- Yosakoi SÅran Matsuri (Sapporo, Hokkaido, bulan Juni)
- Niigata Odori Matsuri (Niigata, Prefektur Niigata, pertengahan bulan September)
- Odawara HÅjÅ Godai Matsuri (kota Odawara, Prefektur Kanagawa)
- Yosakoi Matsuri (kota Kochi, Prefektur Kochi, 9-12 Agustus)
- Hakata dontaku (3-4 April, kota Fukuoka)
- Hamamatsu Matsuri (3-5 Mei, kota Hamamatsu, Prefektur Shizuoka)
- Wasshoi Hyakuman Natsu Matsuri (kota Kita Kyūshū, Prefektur Fukuoka, hari Sabtu minggu pertama bulan Agustus)[38]
Pada
penyelenggaraan matsuri hampir selalu bisa ditemui prosesi atau arak-arakan Mikoshi, Dashi (Danjiri) dan Yatai yang
semuanya merupakan nama-nama kendaraan berisi Kami atau objek pemujaan. Pada
matsuri juga bisa dijumpai :
·
Chigo
(anak kecil dalam prosesi)
·
Miko
(anak gadis pelaksana ritual)
·
Tekomai
(laki-laki berpakaian wanita)
·
Hayashi
(musik khas matsuri)
·
Penari
·
Peserta
dan penonton yang berdandan dan berpakaian bagus
·
Pasar
kaget beraneka macam makanan dan permainan.
Kesucian
dan kebersihan, adalah suatu hal yang sangat penting. Atas pengaruh ajaran
kebersihan atau kesucian ini, maka soal mandi termasuk perbuatan agama,
sehingga dijadikan salah satu upacara keagamaan.[39]
Kehidupan
manusia sejak lahir hingga meninggal dunia dibagi menjadi beberapa tingkatan.
Perpindahan dari satu tempat ke tempat lainnya dianggap sebagai masa peralihan
yang mengandung bahaya tertentu. Oleh
sebab itu, perpindahan tersebut biasanya diikuti oleh upacara-upacara. Yang
terpenting diantaranya ialah :
1. Upacara Masa Kanak-Kanak
2. Upacara Usia Dewasa
3. Upacara Perkawinan
4. Upacara Usia Lanjut
5. Upacara Kematian
E.
KITAB SUCI AGAMA SHINTO
Dalam
agama Shinto ada dua kitab suci yang tertua, tetapi di susun sepuluh abad
sepeninggal jimmi temmo (660 SM), kaisar jepang yang pertama. Dan dua buah lagi
di susun pada masa yang lebih belakangan, keempat empat kitab tiu adalah sebagi
berikut :
A. Kojiki
- yang bermakna : catatan peristiwa purbakala. Disusun pada tahun 712 masehi,
sesudah kekaisaran jepang berkedudukan di nara, yang ibukota nara itu di bangun
pada tahun 710 masehi menuruti model ibukota changan di tiongkok.
B. Nihonji
- yang bermakna : riwayat jepang. Di
susun pada tahun 720 masehi oleh penulis yang sama degan di Bantu oelh seorang
pangeran di istana.
C. Yeghisiki
- yang bermakna : berbagai lembaga pada
masa yengi, kitab ini disusun pada abad kesepuluh masehi terdiri atas 50 bab.
Sepuluh bab yang pertama berisikan ulasan kisah kisah yang bersifat kultus,
disusuli dengan peristiwa selanjutnya sampai abad kesepuluh masehi, tetapi inti
isinya adalah 25 norito yakni do’a do’a pujaan yang sangat panjang pada
berbagai upacara keagamaan.
D. Manyosiu
- yang bermakan : himpunan sepuluh ribu
daun, berisikan bunga rampai, yang terdiri atas 4496 buah sajak, disusun antara
abad kelima dengan abad kedelapan masehi.
Kitab
pertama itu menguraikan tentang alam kayangan tempat kehidupan para dewa dan
dewi sampai kepada amaterasu omi kami (dewi matahari ) dan tsukiyomi (dewa
bulan ) diangkat menguasai langit dan puteranya jimmu tenno diangkat menguasai
“tanah yang subur ”(jepang) di bumi, lalu di susuli silsilah keturunan akisar
jepang itu beserta riwayat hidup satu persatunya selanjutnya upacara upacara
keagamaan yang dilakukan dalam masa yang panjang itu berkenaan dengan pemujaan
terhadap kaisar beserta para dewa dan dewi.
Menurut
cerita dari kitab kojiki dan nihongi, mula mula bumi dan langit serta seisinya
dijadikan oleh para dewa (kami), dua diantara dewa dewa itu turun dari langit
akan menjadikan bumi jepang, dua dewa tersebut adalah isanaga no kami (laki
laki) dan isonami no kami (perempuan), dua dewa ini kemudian menurunkan
beberapa dewa termasuk uga dewa matahari ynag bernama amaterasu omi kami.
Dewa
langit ini kemudian mengirim seorang dewa kebumi bernama: ninigi no mikoto yang
kemudian bercucu: jimmi tenno, raja jepang yang pertama kali, itulah sebabnya
maka nama resmi raja jepang adalah tenno yang artinya “raja langit” , jimmi
tenno naik tahta kerjaan pada tahun 660 sebelum masehi, dan dia itulah yang
menurunkan raja raja jepang sampai sekarang ini. Hal ini dikarenakan penganut
agama Shinto pada umunya percaya bahwa temmo raja jepang itu adalah keturunan
dewa surya, amaterasu omi kami, maka para penganut agama Shinto percaya dan
patuh pada temmo, memuja alam dan roh, begitu pula bendera kebangsaan jepang
berbentuk tanda matahari untuk menunjukan bahwa negaranya tercipta dari
matahari tempat kediaman amaterasu omi kami (dewi matahari). Sekalian kitab
suci itu berisikan kisah kisah legendaris, nyanyian nyanyian kepahlawanan
besrta sajak sajak tentang asal usul kedewaan, asal usul kepulauan jepang dan
kerajaan jepang.[40]
F. TEMPAT SUCI AGAMA SHINTO
Kuil
Shinto (ç¥ç€Ÿ jinja) adalah struktur permanen
dari kayu yang dibangun untuk pemujaan berdasarkan kepercayaan Shinto. Tidak
semua kuil Shinto adalah bangunan permanen, sejumlah kuil memiliki jadwal
pembangunan kembali. Bangunan di Ise Jingū misalnya, dibangun kembali setiap 20
tahun.
Pada
zaman kuno, walaupun tidak didirikan bangunan, tempat-tempat pemujaan Shinto
tetap disebut jinja (kuil Shinto). Pada masa itu, kekuatan alam yang ditakuti
seperti gunung (gunung berapi), air terjun, batu karang, dan hutan merupakan
objek pemujaan. Kuil Shinto berbentuk bangunan seperti dikenal sekarang,
diperkirakan berasal dari bangunan pemujaan yang dibuat permanen setelah
didiami para Kami yang pindah dari goshintai (objek pemujaan). Kuil Shinto
tidak memiliki aula untuk beribadat, dan bukan tempat untuk mendengarkan
ceramah atau menyebarluaskan agama. Pada zaman sekarang, kuil Shinto dipakai
untuk upacara pernikahan tradisional Jepang.
a) Asal
Usul Kuil Shinto
Kuil
Shinto bermula dari altar (himorogi) yang dibangun sementara untuk keperluan
pemujaan di iwakura[41]
atau tempat tinggal para Kami yang dijadikan tempat terlarang dimasuki manusia,
pada umumnya shintaisan[42].
Bangunan bersifat permanen mulanya tidak ada. Asal usulnya mungkin seperti
utaki di Okinawa.
Sejak
zaman kuno hingga sekarang, kuil Shinto sering tidak memiliki honden. Ada pula
kuil yang hanya membangun haiden di depan iwakura atau gunung/pulau yang
terlarang dimasuki manusia (misalnya: Kuil Åmiwa, Kuil Isonokami, Munakata
Taisha). Sebagian dari kuil Shinto sama sekali tidak memiliki bangunan,
misalnya Kuil HirÅ di Kumano Nachi Taisha. Setelah dibuatkan bangunan permanen,
para Kami sehari-harinya dipercaya selalu ada di dalam kuil Shinto. Bangunan
permanen dalam kuil Shinto juga diperkirakan sebagai hasil pengaruh agama Buddha
yang selalu memiliki bangunan untuk menyimpan patung Buddha.
Berdasarkan
alasan yang tidak diketahui, penganut Shinto kuno mendirikan bangunan di tempat
yang berdekatan dengan goshintai yang sudah dipuja
sebelumnya secara turun temurun. Bangunan Kuil Koshikiiwa misalnya, dibangun
berdekatan dengan iwakura. Ketika dirasakan perlu untuk mendirikan bangunan kuil,
misalnya ketika mendirikan desa, penduduk memilih tempat yang dianggap suci
sebagai tempat pemujaan ujigami atau bunrei.
Berdasarkan
alasan pendirian bangunan, kuil Shinto dibagi menjadi tiga jenis:
·
Bangunan kuil yang didirikan
berdasarkan alasan sejarah[43]
·
Bangunan kuil yang didirikan di tempat
yang telah disucikan
·
Bangunan kuil yang didirikan di tempat
yang mudah dicapai orang.[44]
b) Pendeta
(guji) Dalam Agama Shinto
Pendeta Shinto disebut kannushi
(shinshoku). Istilah kannushi sudah dikenal sejak zaman kuno untuk orang yang
menjalankan ritual di kuil. Di antara tugas utama kannushi termasuk mengelola
kuil dan melaksanakan berbagai upacara, namun tidak memberi ceramah dan tidak
menyebarluaskan agama. Kepala pendeta disebut gūji, tugasnya memimpin
upacara, mengelola manajemen keuangan kuil, dan bertanggung jawab atas
keseluruhan urusan kuil. Miko[45]
adalah sebutan untuk wanita asisten kannushi dalam melaksanakan upacara atau
pekerjaan administrasi kuil..[46]
G.
SEKTE-SEKTE
AGAMA SHINTO
Secara
umum Shinto bisa dikelompokkan menjadi 4 bagian atau kelompok. Yang masing
masing mempunyai keunikannya tersendiri.
Ì Imperial
Shinto (Kyuchu Shinto atau Koshitsu Shinto).
Shinto kelompok
ini sangat eksklusif dan tidak umum ditemukan. Memiliki beberapa kuil saja yang
kalau tidak salah 5 buah di seluruh negeri. Nama kuil ini biasanya berakhir
dengan nama Jingu, misalnya Heinan Jingu, Meiji Jingu, Ise Jingu dll. Kuil
Shinto kelompok ini selain berfungsi sebagai tempat untuk memuja Kami juga
berfungsi sebagai tempat memuja leluhur khususnya keluarga kerajaan. Salah satu
dari kuil ini dibangun khusus untuk menghormati dewa Matahari.
Ì Folk
Shinto (Minzoku Shinto)
Mithyologi
tentang Kojiki, cerita terbentuknya pulau Jepang dan cerita tentang dewa dewa
lain adalah ciri khas dari Shinto kelompok ini. Jadi Folk Shinto adalah
kepercayaan Shinto yang meliputi cerita tua, legenda, hikayat dan cerita
sejarah. Kuil Kibitsu Jinja yang terletak di daerah Okayama, Jepang tengah
adalah salah satu contoh menarik karena dibangun untuk menghormati tokoh utama
dalam cerita rakyat yaitu Momo Taro.
Disamping itu
Shinto kelompok ini juga mendapat pengaruh yang kuat dari agama Buddha,
Konghucu, Tao dan ajaran penduduk local seperti Shamanism, praktek penyembuhan
dan lain-lain. Kuil kelompok ini biasanya mudah dibedakan dengan kuil lainya
karena adanya sejarah pendirian kuil yang unik. Jadi jangan kaget kalau Anda
menemukan kuil yang penuh dengan ornament dan pernak pernik kucing atau
binatang dan benda lainya karena sejarah pendiriannya yang memang berkaitan
dengan binatang tersebut.
Ì Sect
Shinto (Kyoha atau Shuha Shinto)
Shinto kelompok
ini mulai muncul pada abad ke 19 dan sampai saat ini memiliki kurang lebih 13
sekte. Dua diantara sekte ini yang cukup banyak pengikutnya adalah Tenrikyo
atau Kenkokyo. Keberadaan dari Sect Shinto ini cukup unik karena memiliki
ajaran, doktrin, pemimpin atau pendiri yang dianggap sebagai nabi dan yang terpenting
biasanya menggolongkan diri dengan tegas sebagai penganut monotheisme. Shinto
golongan ini sepertinya jarang dibahas ataupun kurang dikenal oleh kebanyakan
orang.sehingga konsep monotheisme dari shinto aliran baru nyaris luput dari
tulisan kebanyakan orang.
Ì Shrine
Shinto (Jinja Shinto)
Dari semua
kelompok kuil Shinto yang ada, kelompok inilah yang sepertinya paling mudah
untuk ditemukan. Diperkirakan saat ini ada sekitar 80 ribuan kuil yang ada di
seluruh negeri dan semuanya tergabung dalam satu organisasi besar yaitu
Association of Shinto Shrines.
H. PENGARUH FILSAFAT SHINTOISME
TERHADAP NEGARA
·
Shintoisme
dan Negara
Agama
shinto mengajarkan penganutnya untuk memuja dan berbakti kepada Raja maka Raja
pun berusaha untuk melindunginya , sehingga apada tahun 1396 agama Shinto di
tetapkan sebagai agama Negara yang pada saat itu agama Shinto mempunyai 10
sekte dan 21 juta pemeluknya. Sejak saat itu dapat dikatakan bahwa paham
Shintoisme merupakan ajaran yang mengandung politik religius bagi Jepang, sebab
saat itu taat kepada ajaran Shinto berarti taat kepada kaisar dan berarti pula
berbakti kepada negara dan politik Negara.
kemudian
agama Shinto bercampur dengan agama budha demikian pula dengan agama konghucu
yang masuk ke Jepang langsung dari tanah asalnya kira kira pada abad
pertengahan ke 7, Tentang pengaruh agama Buddha yang lain nampak pada hal-hal
seperti anggapan bahwa dewa-dewa Shintoisme merupakan Awatara Buddha[47],
Dainichi
Nyorai[48]
merupakan figur yang disamakan dengan Waicana[49],
hal im berlangsung sampai abad ke 17 masehi. Ahirnya ketiga agama itu
bergandengan bersama sampai sekarang.
Sampai
saat ini Shinto masih memiliki pengaruh dalam pemikiran Jepang dan memiliki
peranan penting dalam menjaga keaslian tradisi Jepang dari pengaruh asing.
Shinto sudah seperti tradisi bagi masyarakat Jepang yang berkembang menjadi
sebuah agama. Walaupun perkembangan teknologi sangat maju dan percepatan
modernisasi yang amat pesat di Jepang, namun nilai-nilai Shinto tidak pernah
pudar. Bahkan dapat dikatakan bahwa tidak ada negara lain di dunia ini yang
memiliki sistem kepercayaan primitif sekuat Jepang.
Di
zaman modern ini Shinto berpengaruh pada perlunya kerjasama dan kolaborasi,
dapat dilihat di seluruh kebudayaan Jepang bahkan hari ini. Dengan demikian, di
perusahaan-perusahaan Jepang yang modern tidak ada tindakan yang diambil
sebelum konsensus tersebut tercapai (bahkan jika hanya secara dangkal) di
antara semua pihak untuk mengambil keputusan.
·
Shintoisme
dan Ekonomi
Dari
uraian sebelumnya tampaklah bahwa agama
Shinto merupakan sistem kepercayaan dan peribadatan yang benar-benar hidup di
kalangan rakyat Jepang dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan
mereka seperti yang terlihat dalam kegiatan-kegiatan keluarga, rukun tetangga
dan hari-hari libur nasional Jepang. Dari hasil penelitian yang dilakukan
terhadap kepercayaan tradisional Jepang dan tempat agama rakyat, dalam
kehidupan masyarakat Jepang modern yang termuat dalam laporan hasil penelitian
yang diberi judul Nihonjin-no-kokuminsei[50],
maka pemujaan terhadap arwah nenek moyang menempati kedudukan utama dalam
kehidupan masyarakat Jepang.
Jepang
merupakan negara yang cerdas dalam memadukan antara modern dengan tradisional
secara harmonis. Ini dapat dilihat dari sikap negara ini yang tidak hanya
mengutamakan kemajuan teknologi, namun juga mengutamakan keunikan budaya yang
tak akan tenggelam di tengah arus modernisasi. Budaya Jepang dalam banyak hal
berlandaskan pada semangat Confuciansime dan Shintoisme yang menjadi corak
kehidupan sosial dan etos bisnis.
Setelah
menelan kekalahan dalam Perang Dunia II pada abad ke-20, Jepang mulai
mengadopsi teknologi barat dan menggenjot industry dalam negerinya. Sejak saat
itu, Jepang mengalami pertumbuhan ekonomi yang cepat dan menjadi salah satu
negara pengekspor paling sukses di dunia. Selian itu kini Jepang merupakan
negara industry yang terkemuka dengan iklim bisnis dan pasar terbuka yang ramah
investasi dan perdagangan asing.
Meskipun
Jepang mengalami proses modernisasi yang sangat cepat, namun itu tidak membuat
kebudayaan tradisionalnya memudar sebab pola pola budaya dan tradisinya masing
sangat kental mewarnai praktek dan hubungan bisnis.
·
Konsep
Shingaku
Shingaku
merupakan sebuah gerakan yang dikemukakan oleh sesorang yang bernama Ishda
Bagian (1685-1744). Ia memberikan ceramah umumnya pertama kali pada tahun 1729.
Gerakan ini menarik banyak orang dari kelas perkotaan, ribuan dari mereka
memadati tempat-tempat ceramahnya selama lebih dari seratus tahun, walaupun
pengaruhnya juga mencapai kalangan samurai dan petani. Banyak cendekiawan
Jepang menganggapnya sebagai salah satu gerakan yang mempunyai pengaruh
terbesar pada moralitas rakyat awam pada era Tokugawa.
Dalam
usahanya mencari sebuah prinsip dasar, Ishida percaya bahwa langkah pertama dan
terakhir dalam proses pembelajaran adalah untuk memahami hati manusia dan
dengan demikian mendapatkan informasi tentang sifat manusia. Menurut Ishida,
kita harus memanfaatkan kapasitas diri baik
spiritual maupun mental untuk mengatasi keinginan. Hanya ketika pikiran seseorang sedang kosong dan
bebas dari hasrat manusia maka ia akan mampu
mengatasi ego dan keinginannya akan dan memungkinkan seseorang untuk
melaksanakan tugas seseorang dalam kehidupan. Selain itu ajarannya agar mengembangkan semangat pengorbanan diri
terhadap penguasa , dan berbakti kepada orang tua.
Ia
menilai semua ajaran-ajaran ini sebagai "metode mengosongkan pikiran"
(kokoro wo migaku togikusa, sebagaimana dicatat dalam bukunya Tohi
mondo), sehingga melihat pikiran manusia (kokoro) sebagai aktor
sentral. Dia juga mempromosikan "cara berdagang" dan praktek
sehari-hari cita-cita luhur seperti kejujuran dan berhemat. Sehingga secara
tidak langsung mengajarkan bangsa Jepang untuk jujur dalam berdagang.[51]
I.
PERJUMPAAN
SHINTO DENGAN AGAMA LAIN
Tidak dapat dipunkiri keberadaan Shinto di Jepang bukanlah
satu-satunya keprcayaan atau agama yang dianut oleh masyarakat jepang. Bahkan
hingga kini, hampir semua agama dunia (Islam, Kristen, Buddha) sudah bisa kita
jumpai di Jepang.
·
Perjumpaan
dengan Buddha
Agama Budha masuk ke Jepang dari India melalu perantara
Cina. Pada tahun 552 M salah seorang raja di Cina mengirim seorang Biksu muda
ke Jepang untuk menyebarkan agama Budha. Masuknya ajaran Budha ini pada zaman
Yamato. Di mana saat itu kuil Budha pertama dibangun yang hingga kini msih
dapat dijumpai di perfektur Nara. Saat itu pengaruh Shinto juga sedang kuatnya
di kalangan masyarakat. Namun hal tersebut tidak menjadi pemecah masyarakat
Jepang. Demokrasi telah tertanam dalam diri masyarakat Jepang saat itu. Jadilah
agama Shinto dan Budha tetap berjalan beriringan meski berbeda pemahaman.[52]
Bisa dikatakan bahwa
masyarakat Jepang menyatukan kepercayaan Shinto dan Budha (disebut Shinbutsu
shugo à shin = Shinto, butsu = budha, shugo = penyatuan).
Maksudnya, ada dualisme
pada orang Jepang dimana dewa Budha disamakan dengan dewa Shinto (Honji
suijyaku). Selain itu, dualisme ini ditunjukkan dengan kepercayaan Jepang
kepada keduanya, yaitu Shinto sebagai kehidupan dunia, dan Budha sebagai
kehidupan akhirat. Dengan kata lain, dualisme ini menunjukkan pragmatisme
masyarakat Jepang dalam memandang agama, bukan secara doktrinal. Dalam Shinto
tidak ada kitab suci, hanya ada babad mitologi saja sehingga Shinto bukanlah
termasuk ”agama”.[53]
Hubungan
antara Ajaran Zen-Buddhisme dengan Budaya Jepang (Shinto)
Sebagaimana telah dibahas di atas, ajaran
Zen-Buddhisme mengajarkan keselarasan antara manusia dan alam. Ajaran
Zen-Buddhisme jepang menguat pada abad ke 13 – 14 M. kuil Zen-Buddhisme
memainkan peranan penting dalam melindungi seni Jepang, di samping sebagai
penyokong olahraga gulat, anggar, dan memanah untuk pasukan pelindung mereka,
kuil Zen-Buddhisme juga sebagai penganjur terhadap seni sajak (puisi), lukisan,
kaligrafi, dan seni merangkai bunga (ikebana). Kuil Zen-Buddhisme juga memberikan
perhatian khusus terhadap seni membuat taman. Banyak taman-taman terkenal
Jepang yang yang menggunakan metode yang diajarkan oleh kuil Zen-Buddhisme,
seperti meletakkan posisi batu-batuan dalam unsure taman, kolam, dan menempatkan
lumut agar nampak alami, dan ini semua merupakan kreasi dari ajaran
Zen_Buddhisme.
Di
samping seni menata taman, Ajaran Zen_Buddhisme juga mempengaruhi budaya jepang
dalam bentuk antara lain[54]:
Ì Manusia Dan Alam dalam Sajak
Sajak
tujuh belas suku kata dalam istilah jepang disebut sebagai haiku. Dalam perkembangan
sejarah puisi dijepang, bentuk-bentuk puisi lain pernah muncul dan berkembang,
namun dengan cepat lenyap. Dalam manyosmu, antologi tertua di jepang di himpun
sajak-sajak mulai dari abad ke delapan. Di antaranya
berisi 324 sajak panjang atau naga-uta dan 400 sajak pendek atau tanka. Bentuk
sajak nagauta bias mencapai 150 baris, berbeda dengan bentuk sajak tanka yang
terdiri dari 5 baris. Contoh sajak Tennyson seperti dikutip oleh Suzuki berikut
ini:
Kuntum
bunga yang mekar di dinding
Kupetik dirimu dari celah-celah tembok itu
Kugenggam engkau, dari akarmu dan selurhnya ada di
genggamanku.
Akar dan seluruh tubuhmu, dan semua dari seluruh
hidupmu
Aku tahu siapa tuhan dan siapa manusia.
Bunga sebagai perwujudan dari alam pandang oleh zen
tak tersentuh.
Basho memandang bunga nazuna dan menikmati keindahan
yang ada pada bunga.
Bunga dalam zen di anggab mewujudkan keindahan yang menyimpan amanat
alam, yaitu kesejatian sifat alam itu sendiri. Gambaran ini disebut sebagai
sybumi. Baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam kesenian orang jepang
(Hartiyo, 1991:180).
Hal serupa dilakukan oleh Basho yang menjelmakan dalam
puisinya tentang bunga nazuna.
Ì Seni Minum Teh
Istilah
jepang untuk minum the adalah cha-no-yu dan secara termonologi berarti minum
teh yang di campur air panas. “Suasana perlunya minum the di gambarkan dengan,
ketika hidup dirasakan kosong, dengan menghargai masa lalu, mengharap pada masa
depan, maka tak aka nada saat bagi selalu sesuatu untuk terjadi.” Seseorang
memandang keluasan yang tak terbatas dalam hidup. Keluasan ini dihadirkan
dihadirkan dalam bentuk minum teh. (watts, 1976:208).
Para
penganut Zen percaya bahwa ketenangan dalam pelaksanaan ritual, kebeningan,
sedikit rasa pahit teh di anggab rasa yang menyenangkan, rasa alami, dan jalan
tengah antara manis dan asam. Pada rahib Zen sering menggunakan teh
sebagai perasangka pada saat melakukan meditasi. Meminumya dengan penuh rasa
nikmat, tanpa terburu-buru. (watts, 1976:210).
Dalam sebuah ritual yang dilakukan oleh penganut Zen
ditemukan pada teh ceremony. Upacara minum teh dilakukan ditempat khusus,
disuatu bangunan disebelah bangunan utama yang terletak dihalaman. Dahulu
upacara ini dilakukan dalam suatu kelompok kecil. Biasanya dilakukan seorang
lelaki samurai yang mencintai seorang perempuan. Janji seorang samurai,
permintaan seorang samurai disampaikan dalam upacara sederhana dianggap sacral.
Pada saat modern ini pacara sederhana yang dianggab sacral.
Pada saat modern ini upacara minum teh kebanyakan
dilakukan sebagai penghormatan terhadap teradisi. Disamping itu dikalangan orang-orng
tertentu, dilakukan oleh orang-orang dikalangan bisnis yang lelah dan pusing
dengan persoalan-persoalan duniawi.(watts, 1976:210).
Pada
upacara minum teh dilakukan sangat tenang dan ritualistic. Didalam seni minum
teh terdapat faidah dan manfaat antara lain menjaga kesehatan tubuh dan
memperpanjang usia dan sebagai kesehatan tubuh. Minum teh merupakan salah satu
obat teradisional yang dipercaya oleh orang cina dan jepang sangat manjur.
Ì Seni
Lukis
Salah
satu gaya seni lukis Zen diekspresikan dalam sumi-e. sejarah seni lukis ini
bermula di china dan mencapai kesempurnaanya di zaman dinasti T’ang.Keunikan
seni yang bercorak zen sering dianggab aneh. Misalnya, Ketika seni gerak muncul
bukan sebagai tari, tetapi gerak adalah gerak-gerak alam mengikuti suara alam.
Sebenarnya,
secara umum ajaran Shinto banyak mempengaruhi pola hidup orang Jepang, seperti
mengadakan upacara-upacara tradisional, berbeda dengan ajaran Zen_Buddhisme
yang banyak mempengaruhi di sisi seni dan keterampilan, bukan pada aspek
perayaan-perayaan. Setelah agama Budha masuk ke jepang pada abad ke VI.
Maka mendesaklah unsur-unsur agama budha tersebut kepada agama Shinto. Lama
kelamaan terjadilah percampuran antara kedua unsure agama tersebut, yang
kemudian aliran ini dinamakan Ryobu Shinto.
Mengenai pembuatan paung-patung dewa hampi tidak
dikenal di negri jepang, kecuali hanya beberapa saja seperti: Uzuma=dewa
bahagia, Inari=dewa padi, Ebisu=dewa nelayan.
[55]
·
Perjumpaan
dengan Islam
Nakata
(2006) menjelaskan bahwa tidak ada kontak langsung Jepang dengan Islam hingga
masa Restorasi Meiji (1867).[56]
Sebelum tahun 1900, hanya ada dua
negara di Asia yang menikmati kemerdekaan penuh, yaitu Kekaisaran Ottoman di
Turki dan Kekaisaran Jepang. Karena keduanya berada di bawah tekanan
negara-negara Barat, mereka memutuskan untuk membangun hubungan persahabatan
dan mulai bertukar kunjungan.
Sultan Abdul Hamid II, yang
memerintah Turki di era 1876-1909, mengutus laksamana Uthman Pasha untuk
melakukan kunjungan resmi ke Jepang pada tahun 1890. Setelah Uthman Pasha
selesai mengadakan pertemuan dengan Kaisar Jepang, dia dan enam ratus anak buahnya
bersiap untuk pulang, meskipun saat itu cuaca sedang tidak bersahabat. Belum
jauh kapal Al Togrul berlayar, badai besar menghantamnya sehingga menyebabkan
lebih dari 550 awak kapal meninggal termasuk sang kapten.
Layaknya sahabat yang baik, pihak Jepang
lalu mengirim dua kapal untuk membawa para korban yang selamat untuk pulang ke
Istanbul. Seorang wartawan muda Jepang yang bernama Shotaro Noda[57]
juga ikut dalam perjalanan itu. Dia adalah orang yang telah mengumpulkan uang
sumbangan dari warga Jepang untuk diberikan kepada keluarga korban yang
meninggal.
Setelah sampai di Istanbul dan
menyerahkan uang sumbangan, Shotaro sempat bertemu langsung dengan Sultan Abdul
Hamid yang kemudian memintanya untuk tinggal di Istanbul dan mengajarkan bahasa
Jepang ke para pejabatnya. Tanpa berpikir panjang, Shotaro pun setuju. Selama
tinggal di Istanbul, dia berkenalan dengan Abdullah Guillaume, seorang muslim
yang berasal dari Liverpool, Inggris. Dia-lah orang yang memperkenalkan Shotaro
kepada Islam.
Akhirnya Shotaro-pun memeluk agama
Islam dan memilih untuk diberi nama Abdul Halim Noda[58]
yang diyakini dunia sebagai orang Jepang pertama yang beragama Islam.[59]
Selain
itu persentuhan masyarakat Jepang dengan Islam diawalai dengan penerjemahan
buku aktivitas nabi Muhammad SAW ke dalam bahasa Jepang. Hubungan lebih lanjut
terjalin ketika pemerintah Jepang menjalin aliansi perdagangan bersama
pemerintah Turki. Lewat asosiasi ini, terjalin lebih erat kontak antara dua
peradaban.[60]
·
Perjumpaan dengan Kristen
Agama
Kristen masuk pertama kali dibawa masuk ke Jepang oleh St. Franciscus Xaverius
yang tiba di Nagasaki, Kyushu, pada tahun 1950. Pada masa itu Jepang dipimpin
oleh shogun. Dari para shogun yang berkuasa, ada tiga shogun yang berpengaruh,
yaitu Oda Nobunaga,Toyotomi Hideyoshi, dan Tokugawa Ieyasu.
Pada
masa Nobunaga, terjalin hubungan yang erat dengan misionaris Kristen pada masa
itu dan memberi kebebasan dalam menyebarkan agama, bahkan mendapat perlindungan
penuh dari pemerintah, terutama di Kyoto. Perkembangan agama Kristen pada saat
itu cukup pesat, namun ada unsur politik dalam kebijakan tersebut, yaitu untuk
meredam pemberontakan yang banyak muncul oleh pendeta Buddha dari sekte Tendai.
Kepentingan yang lain yaitu untuk kepentingan dagang juga untuk mendapatkan
senjata, mesiu, meriam, dan lain-lain.
Hideyoshi
juga memberikan kebebasan menyebarkan agama kepada para misionaris, tetapi
orang asing yang berada di Jepang—khususnya para misionaris—semakin banyak,
sehingga pemerintah Jepang mengeluarkan sebuah peringatan yang dikenal dengan
nama “Bateren Tsuiho Rei” (The Purge Directive Order) atau perintah
pendeportasian dan pembatasan aktivitas para misionaris di beberapa daerah.
Pemerintah
Jepang makin meningkatkan kewaspadaan terhadap orang asing, terutama para misionaris
Kristen, karena adanya sebuah kapal Spanyol yang sempat singgah di Shikoku
dengan persenjataan lengkap yang diduga akan menduduki Jepang, sehingga kapal
tersebut ditenggelamkan.
Pada
masa pemerintahan Ieyasu, hubungan diplomatis antara Belanda dengan Jepang pun
dimulai (1608). Pada awalnya Ieyasu bersikap ramah dan toleran terhadap agama
Kristen. Namun, kebijakan anti-Kristen dimulai setelah terjadinya konflik
perdagangan dan perebutan pengaruh dengan pihak asing. Konflik tersebut
mencapai klimaks dengan terbunuhnya 40 orang Jepang oleh serangan kapal
Portugis.
Kekhawatiran
terhadap serangan dari pihak asing pun memuncak pada tahun 1635. Karena itu,
Ieyasu mengeluarkan kebijakan politik pintu tertutup (sakkoku) untuk
membersihkan pengaruh asing secara besar-besaran, termasuk pengikut Kristen.
Namun, ada juga pengikut agama Kristen yang tidak terjaring aksi pembersihan
tersebut dan tetap menjalankan aktivitas keagamaannya secara sembunyi-sembunyi.
Mereka menjadi Kakure Kirishitan selama hampir 250 tahun.[61]
G. SINKRETISME AJARAN SHINTO DAN BUDDHA
Sinkretisme
|
Shinto
|
Buddha
|
tata
cara doa di kuil
|
mencakupkan tangan dengan keras
sehingga menghasilkan suara sebanyak dua kali (mirip tepuk tangan).
|
Buddha
tangan dicakupkan ke depan dada dengan pelan, hening dan tanpa suara
|
Pandangan
kehidupan
|
Shinto sebagai kehidupan dunia
|
Budha sebagai kehidupan akhirat.
|
Bangunan
kuil
|
Kuil
Shinto sebelum bertemu dengan Buddha adalah bersifat non-permanen (akan
dibangun kembali setiap 20 tahun) dan tidak ada ruangan khusus untuk
penempatan patung.
|
Kuil
Buddha permanen dan terdapat ruangan khusus penempatan patung-patung dewa
yang disembah.
|
Seni
|
Samurai
dan Yabusame
|
Ikebana,
zen garden, ritual minum teh
|
Upacara
|
Shinto
sangat mensakralkan setiap ritual dalam bentuk upacara-upacara. Hal inilah
yang sangat mempengaruhi kebudayaan dan tradisi bangsa jepang.
|
Tidak
banyak mempengaruhi dalam hal upacara. Justru Buddha di jepang banyak
dipengaruhi oleh Shinto dalam hal upacara.
|
H. PERBANDINGAN AJARAN AGAMA SHINTO
DENGAN AGAMA LAIN
Pembagian yang lebih terperinci
diajukan oleh Helmuth Von Glassenapp dalam bukunya Die Tuuf Groszen Religionen.
Dia mengklasifikasikan agama-agama itu didasarkan atas kuantitatif pemeluknya
dan kualitatif pokok-pokok ajarannya.
Berdasarkan sumber-sumber tentang ajarannya, maka dari pembagian agama tersebut
muncullah agama-agama besar, sebagai berikut :
1. Hinduisme
2. Buddhisme
3. Konfusianisme
4. Shinto
5. Yahudi
6. Gereja
Katolik
7. Gereja
Protestan
8. Islam
No.
|
Ajaran-Ajarannya
|
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
6
|
7
|
8
|
1
|
Tuhan Yang Maha Esa dan Abadi
|
a
|
n
|
n
|
n
|
a
|
a
|
a
|
a
|
2
|
Pembantu Tuhan (Malaikat&Dewa-Dewa)
|
a
|
a
|
a
|
a
|
a
|
a
|
n
|
a
|
3
|
Pemujaan Terhadap Patung
|
a
|
a
|
a
|
a
|
n
|
a
|
n
|
n
|
4
|
Hari Kiamat & Pencipta Alam
Hanya sekali
|
a
|
a
|
a
|
a
|
n
|
a
|
a
|
a
|
5
|
Surga dan Neraka
|
a
|
a
|
a
|
a
|
a
|
a
|
a
|
a
|
6
|
Reinkarnasi
|
a
|
a
|
a
|
a
|
n
|
n
|
n
|
a
|
7
|
Ajaran Pokok Yang Telah ditentukan
|
a
|
n
|
n
|
a
|
a
|
a
|
n
|
a
|
8
|
Sistem Kasta
|
a
|
n
|
a
|
n
|
n
|
n
|
n
|
n
|
9
|
Kependetaan atau Kerahiban
|
a
|
n
|
a
|
a
|
a
|
a
|
n
|
n
|
10
|
Kependetaan wanita
|
n
|
n
|
a
|
a
|
a
|
a
|
a
|
n
|
11
|
Poligami
|
a
|
n
|
n
|
a
|
a
|
n
|
n
|
a
|
12
|
Pantangan Atau Makanan Terlarang
|
a
|
n
|
n
|
n
|
a
|
a
|
a
|
a
|
13
|
Larangan minuman Keras
|
a
|
n
|
n
|
n
|
n
|
n
|
a
|
a
|
14
|
Pengakuan Agama Mereka Yang Benar[62]
|
a
|
n
|
n
|
n
|
a
|
a
|
a
|
a
|
Keterangan :
a = ada ajaran
n = nihil
BAB III
PENUTUP
v KESIMPULAN
Agama
Shinto didirikan mulai sekitar 2,500 - 3000 tahun yang lalu di Jepang. Agama
ini timbul pada zaman prasejarah dan siapa pembawanya tak dapat dikenal dengan
pasti. Agama shinto di Jepang itu tumbuh dan hidup dan berkembang dalam
lingkungan penduduk, bukan datang dari luar. Nama asli agama itu ialah Kami no
Michi yang bermakna jalan dewa. Shinto (dari bahasa Cina Shen dan Tao, yang
berarti "Jalan dari Jiwa-jiwa") disebut Kami-no-michi dalam bahasa
Jepang, kami adalah banyak Dewa atau jiwa alam.
Sistem
ketuhanan agama Shinto dikenal dengan Kami. Menurut masyarakat Jepang kuno,
istilah kami ditujukan untuk menyebut suatu kekuatan atau kekuasaan tertentu
yang terdapat dalam berbagai hal atau benda, tanpa membedakan apakah objek
tersebut hidup atau mati.
Ada
unsur kami dalam segala hal atau benda, telah menguatkan bahwa konsep
kepercayaan yang diusung oleh agama Shinto lebih mengarah poleteistis murni. Ritual
dalam agama Shinto bertempat di kuil yang biasa di kenal dengan Jinja. Mengenai
tata cara sembahyang atau doa dalam kuil Shinto sangat sederhana, yaitu dengan
melemparkan uang logam sebagai sumbangan di depan altar, mencakupkan kedua
tangan di dada dan selesai.
Ada
beberapa kitab suci yang dipercaya oleh penganut Shinto :
c) Kojiki - yang bermakna : catatan
peristiwa purbakala.
d) Nihonji - yang bermakna : riwayat
jepang.
e) Yeghisiki - yang bermakan : berbagai
lembaga pada masa yengi
f) Manyosiu - yang bermakan : himpunan
sepuluh ribu daun.
Dari
uraian-uraian yang sudah dikemukakan diatas tampak bahwa agama rakyat merupakan
sistem kepercayaan dan peribadatan yang benar-benar hidup di kalangan rakyat
Jepang dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan mereka seperti
yang terlihat dalam kegiatan-kegiatan keluarga, rukun tetangga dan hari-hari
libur nasional Jepang.
Dari
hasil penelitian yang dilakukan terhadap kepercayaan tradisional Jepang dan
tempat agama rakyat, dalam kehidupan masyarakat Jepang modern yang termuat
dalam laporan hasil penelitian yang diberi judul Nihonjin-no-kokuminsei[63],
maka pemujaan terhadap arwah nenek moyang menempati kedudukan utama dalam
kehidupan masyarakat Jepang.
Di
samping itu rangkaian upacara dan perayaan tahunan masih tetap memainkan
peranan penting dalam agama rakyat, terutama dalam lingkungan masyarakat
pertanian yang umumnya terdapat dalam agama rakyat fungsinya sudah jauh
berkurang, namun berbagai rangkaian kegiatan yang sepanjang tahun menjadi salah
satu diantara ajaran-ajaran yang terdapat dalam agama yang sudah melembaga
seperti agama Shinto.
Dalam
agama Shinto terdapat banyak keprcayaan terhadap dewa dewa ada banyak sekali
dewa yang di percayai oleh penganut agama Shinto namun yang paling popular
adalah dewi matahari (amaterasu omi kami) yang menjadi
dewanya para dewa dan juga dewa bulan, penganut Shinto juga sangat patuh
terhadap raja mereka yakni tenno, hal ini dikarenakan mereka percaya bahwa
tenno adalah keturunan dewa jadi wajib bagi mereka untuk patuh pada tenno.
Selain
itu terdapat pula beberapa upacara yang diselengagarakan oleh penganut agama
Shinto, salah satunya adalah upacara pembersihan diri yakni dengan memuja muja
dewa matahari dan juga mengaraknya mengelilingi masyarakat sebagai tanda bahwa
amaterasu omi kami telah datang dan memberikan perlindungan pada mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Djam’annuri. Artikel Agama Shinto dalam buku Agama-Agama
Di Dunia. Yogyakarta : IAIN Sunan Kalijaga Press.1988.
Jonathan Norton Leonard, Early Japan.
Nederland : Time-Life International. 1984
Kitagawa, Joseph
M. Religion in Japanese history. New
York : Columbia University Press.1966.
Muchtar, Adeng
Ghazali. Ilmu perbandingan Agama.
Bandung :Pustaka Setia. 2000.
Sudiarja
Dr.A,Dkk., Suatu pencarian makna hidup dalam
Zen Buddhisem. Yogyakarta : Penerbit Kanisius (Anggota IKAPI)cet-01. 1997
Thalhas, T.H. Pengantar Study Ilmu Perbandingan Agama.
Jakarta : Galura Pase. 2006.
dikutip Maret 16,
2013, pada 15:45
dikutip
Maret 18,2013, pada 18:54
dikutip Maret16,2013,pada 15:47
dikutip Maret 16,2013,
pada 15:49
dikutip Maret
16,2013, pada 15:44
http://liahilyatulmasrifah-liachmon.blogspot.com/2011/04/hubungan-antara-ajaran-zen-buddhisme_23.html dikutip
Maret 15, 2013 pada 15:47
dikutip Mei 5, 2013 pada 16:32
http://sukmikamardalenachaniago.blogspot.com/2012/07/pengaruh-filsafat-sintoisme-terhadap.html dikutip
Mei 5, 2013 pada 16:35
dikutip Mei 5, 2013 pada 16:35
dikutip Mei 5, 2013 pada 16:33
[1] Mukti
Ali, Agama-Agama di Dunia,hal.233-235
[2] Mukti
Ali, Agama-Agama di Dunia,hal.233-235
[3] http://noerhayati.wordpress.com/2008/09/24/agama-shinto-sejarah-dan-ajarannya/ . Dikutip
Maret 18,2013, pada 18:54
[5] http://noerhayati.wordpress.com/2008/09/24/agama-shinto-sejarah-dan-ajarannya/
Dikutip Maret 18,2013, pada 18:54
[6] Mukti
Ali, Agama-Agama di Dunia,hal.238
[10]
Kitagawa, Religion in Japanese History, hal.68
[12] Oleh
karena itu agama Buddha di jepang seringkali disebut dengan “agama orang yang
sudah mati”.
[13] Mukti
Ali, Agama-Agama di Dunia,hal.241-246
[14] http://noerhayati.wordpress.com/2008/09/24/agama-shinto-sejarah-dan-ajarannya/ . Dikutip
Maret 18,2013, pada 18:54
[15]
Seorang sarjana dan pembaharu Shinto di zaman modern
[16] Mukti
Ali, Agama-Agama di Dunia,hal.254-255
[17] Adeng
Muchtar G.,Ilmu perbandingan Agama, hal.
125-126
[18] http://noerhayati.wordpress.com/2008/09/24/agama-shinto-sejarah-dan-ajarannya/ . Dikutip
Maret 18,2013, pada 18:54
[20] Mukti
Ali, Agama-Agama di Dunia,hal.254-255
[21] http://noerhayati.wordpress.com/2008/09/24/agama-shinto-sejarah-dan-ajarannya/ . Dikutip
Maret 16,2013, pada 15:43
[25] yaitu
dunia menjadi tempat tinggal para dewa langit.
[26] yang
dibayangkan sebagai dunia yang gelap,
kotor, jelek, dan menyengsarakan.
[27] yaitu sebuah dunia yang dianggap
penuh kenikmatan dan kedamaian, tempat tinggal arwah orang-orang yang meninggal
dunia dalam keadaan suci.
[28] Mukti
Ali, Agama-Agama di Dunia,hal.258
[29] Yaitu
permohonan secara individu kepada jinja atau kuil untuk didoakan
[30] Yaitu
upacara sebelum pendirian bangunan atau konstruksi
[31] Yama adalah kendaraan beroda (float)
besar dari kayu dengan hiasan megah dan ditarik oleh banyak orang. Hiasan
kendaraan (kenshÅhin) pada Yama berupa benda-benda keagamaan dan
benda-benda seni seperti karpet yang didatangkan dari Eropa dan Tiongkok
melalui Jalan Sutra.
Perdagangan dengan Dinasti Ming
mencapai puncaknya pada zaman Muromachi,
sehingga motif dari luar negeri banyak dipamerkan dalam Gion Matsuri.
Masing-masing Yama mempunyai tema yang biasanya merupakan cerita dongeng yang
berasal dari Tiongkok.
[32] Hoko adalah jenis Yama dengan menara
menjulang tinggi yang di ujung paling atasnya terdapat hoko (katana
dengan mata di dua sisi) walaupun ada juga Hoko yang tidak bermenara. Hoko juga
dijadikan panggung untuk kelompok orang berpakaian Yukata yang terdiri dari
pemain musik Gionbayashi dan peserta yang berkesempatan naik karena memenangkan
undian hasil membeli Chimaki atau Gofu (semacam jimat). Musik Gionbayashi yang menurut
telinga orang Jepang berbunyi "Kon-chi-ki-chin" baru menjadi tradisi
Gion Matsuri pada zaman Edo.
[33]
Penghanyutan kamihoko merupakan asal-usul ritual Hokonagashi yang
dilakukan sampai sekarang ini. Puncak perayaan berupa prosesi perahu berasal
dari ritual Hokonagashi yang menentukan lokasi perayaan di tengah sungai
[35] yang
bertujuan memohon rahmat dewa agar mendapat panen yang melimpah.
[36]
sebagai pernyataan terimakasih pada dewa atas hasil panen yang diperoleh.
[37] Mukti
Ali, Agama-Agama di Dunia,hal.259
[43] seperti
di tempat yang berkaitan dengan kelahiran sebuah klan, atau di tempat yang
berkaitan dengan tokoh yang disucikan, misalnya Tenmangū di Dazaifu
[44] Kuil
NikkÅ Futarasan
misalnya, berada di puncak gunung hingga perlu dibangun kuil cabang di lokasi
yang mudah didatangi. Bangunan kuil dapat dibangun di mana saja, mulai dari di
tengah laut, di puncak gunung, hingga di atap gedung bertingkat atau di dalam
rumah dalam bentuk kamidana.
[45] Istilah miko dulunya dipakai
untuk wanita yang memiliki kekuatan magis untuk menerima takusen[45]
dalam keadaan raga dirasuki Kami(kamigakari)
[51] http://sukmikamardalenachaniago.blogspot.com/2012/07/pengaruh-filsafat-sintoisme-terhadap.html
dikutip Mei 5, 2013 pada 16:35
[52] http://karyasastrajepang.blogspot.com/2011/03/masuknya-pengaruh-buddha-di-jepang.html
dikutip Mei 5, 2013 pada 16:36
[53]http://liahilyatulmasrifah-liachmon.blogspot.com/2011/04/hubungan-antara-ajaran-zen-buddhisme_23.html dikutip Maret 15, 2013 pada 15:47
[54]
Dr.A.Sudiarja,Dkk,Suatu pencarian makna hidub dalam Zen Buddhisem,PENERBIT
KANISIUS (Anggota IKAPI)cet-01 1997yogyakarta hal 59-66
[55]
Jonathan Norton Leonard.1984.Early Japan.Nederland: Time-Life
International, hal. 84
[56] Ini
yang menjadi faktor utama sedikitnya komunitas Muslim di Jepang hingga
sekarang. Muslim Jepang pendahulu seperti Ahmad Ariga Bunpachiro (w.1946),
Hilal Yamada Torajiro (w. 1957), dan Nurullah Tanaka Ippei (w. 1934), tidak
meninggalkan anak keturunan Muslim, dan sejak itu mereka tidak memiliki
keluarga Muslim kecuali tiga generasi tadi, hingga Hajj Abdulkarim Saito
Sekihei ( w.1998).
[60] http://fauziramdanii.co-id.asia/2012/11/sejarah-masuknya-islam-di-jepang.html dikutip Mei 5, 2013 pada 16:33
[62]
Thalhas, T.H.,Pengantar Studi
Perbandingan Agama, hal. 48-49
Halo, aku Joy Wilson, pemberi pinjaman kredit swasta, yang Anda dalam utang? Anda membutuhkan dorongan keuangan? Saya sah terdaftar dan disetujui untuk mengontrol lembaga keuangan. Aku memberikan pinjaman untuk lokal dan internasional untuk semua orang yang membutuhkan pinjaman, dan dapat membayar kembali pinjaman, pada tingkat 2%. Aku memberikan pinjaman melalui transfer rekening atau cek bank juga mendukung. Tidak memerlukan banyak dokumen. Jika Anda ingin mendapatkan pinjaman dari perusahaan pinjaman reputasi kami.
BalasHapusAnda dapat menghubungi kami melalui Email: joywilsonloanfirm@gmail.com
Saya Widya Okta, saya ingin bersaksi pekerjaan Tuhan yang baik dalam hidup saya untuk orang-orang saya yang mencari pinjaman di Asia dan bagian lain dari kata itu, karena ekonomi yang buruk di beberapa negara.
BalasHapusApakah mereka mencari pinjaman di antara Anda? Maka Anda harus sangat berhati-hati karena banyak perusahaan kredit palsu di internet, tetapi mereka masih asli sekali di perusahaan pinjaman palsu. Saya telah menjadi korban penipuan pemberi pinjaman 6 kredit, saya kehilangan banyak uang karena saya mencari pinjaman dari perusahaan mereka.
Saya hampir mati dalam proses karena saya ditangkap oleh orang-orang dari hutang saya sendiri, sebelum saya dibebaskan dari penjara dan seorang teman saya yang saya jelaskan situasi saya kemudian memperkenalkan saya kepada perusahaan pinjaman yang dapat diandalkan yaitu SANDRAOVIALOANFIRM. Saya mendapatkan pinjaman saya sebesar Rp900.000.000 dari SANDRAOVIALOANFIRM pada tingkat rendah 2% dalam 24 jam yang saya terapkan tanpa tekanan atau stres. Jika Anda membutuhkan pinjaman, Anda dapat menghubungi dia melalui email: (sandraovialoanfirm@gmail.com)
Jika Anda memerlukan bantuan dalam proses pinjaman, Anda dapat menghubungi saya melalui email: (widyaokta750@gmail.com) dan beberapa orang lain yang juga mendapatkan pinjaman mereka, Mrs. Jelli Mira, email: (jellimira750@gmail.com). Yang saya lakukan adalah memastikan saya tidak pernah membayar pembayaran cicilan bulanan seperti yang disepakati dengan perusahaan pinjaman.
Jadi saya memutuskan untuk membagikan karya baik Tuhan melalui SANDRAOVIALOANFIRM, karena dia mengubah hidup saya dan keluarga saya. Itulah alasan Tuhan Mahakuasa akan selalu memberkatinya.